Ceknricek.com–Sutradara kondang ini lahir 22 September 1937 di Padeglang, Banten. Ia meninggal 11 Desember 2001, karena gangguan pernafasan. Untuk memperingati kelahirannya, berikut tulisan berseri tentang Teguh Karya, termasuk pandangan-padangannya terhadap seni film yang intens digelutinya sampai akhir hidupnya.
Proses Kreatif Teguh Karya
Dalam suatu diskusi film, tanggal 2 November 1990. Setelah pemutaran filmnya “November 1828”, Teguh Karya berkata: “Sampai saat ini, saya tetap berusaha mendudukkan film sejajar dengan teater. Itu adalah harga sebuah karya kesenian. Dalam berbagai kesempatan, saya selalu mengemukakan, bahwa saya mau bikin fim, kalau nilai budayanya tinggi, kalau nilai sosialnya berguna bagi orang banyak, dan nilai ekonominya memadai serta tidak merugikan pemodal. Dan ternyata, dari dulu juga selalu demikian, mungkin karena bawaan saya memang begitu. Dagang melulu saya tidak mau, berfungsi sosial saja, juga saya tidak mau. Film itu harus punya kelengkapan tentang nilai-nilai budayanya, nilai-nilai sosialnya, dan tentu nilai ekonominya.”
Dalam sejarah perfilman Indonesia Teguh Karya adalah sineas yang paling banyak meraih penghargaan piala Citra (54 piala Citra dari 13 film yang dibikinnya. 6 di antaranya penghargaan sebagai Sutradara Terbaik). Film “November 1828” dibuat (difilmkan) berdasarkan surat laporan Ten Hove kepada Gubernur Jenderal De Cook, tentang bagaimana dia dipukul habis oleh pasukan Pangeran Diponegoro, di sebuah desa kecil.

Meskipun film ini berlatar perjuangan Pangeran Diponegoro, namun sebenarnya Teguh Karya ingin bicara tentang kekinian, tentang masyarakat Indonesia sekarang melalui budaya Jawa. Ini tersirat melalui perdebatan tokoh-tokoh, baik yang pro dan yang kontra pada De Bosch, ucapan-ucapan kopral Dirun, maupun ketika Sentot berkata kepada seorang Ibu: “Mudah-mudahan kejadian ini tidak terjadi lagi, mudah-mudahan di masa-masa yang akan datang kita punya lebih kebijakan, lebih bijaksana”.
Teguh sangat bangga bisa menggarap film ini, karena bisa bekerja berdasarkan kebudayaan Jawa dengan jalan pikiran orang-orang saat ini. Dan kebetulan film ini dibuat dengan mengambil lokasi atau mengambil cirinya di daerah Jawa Tengah. Maka dramaturgi yang dipakai sebenarnya ada juga dalam ketoprak, yang juga ada dalam Wayang Kulit.
Kalau kita perhatikan dengan teliti, yang jahat pada umumnya ada di sebelah kiri, begitu juga sebaliknya. Dan itu adalah dramaturgi Jawa, seperti juga peranan kedua kopral, sama saja, dia juga adalah punakawan dalam dramaturgi Jawa. Dia bisa lucu, tapi membawa isi. “Dramaturgi yang ada di negeri ini, ingin sekali saya jadikan panutan!” tegasnya.
Menurut Teguh Karya film “November 1828” ceritanya fiksi. De Bosch, tokoh yang ada dalam film tidak pernah disebut-sebut dalam surat Ten Hove. Pasar yang ada dalam film juga dibikin, matinya beberapa tokoh di dalam film juga buatan.Temboknya dibuat dari triplex. Semuanya buatan. Film bukanlah imitasi tentang hidup, tetapi sumber ilhamnya dari sana.
Ketelitian Teguh Karya dalam membuat film dipuji banyak orang. Misalnya, kostum untuk film “November 1828”, ia minta dikirimkan dari Belanda. Persiapan film tersebut bersandarkan suatu riset yang mendalam, agar berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan film-film di negeri ini, di masa mendatang. Itu sebabnya, selama shooting berlangsung Teguh minta didampingi oleh beberapa ahli sejarah dan sejumlah antropolog yang cukup terpercaya, cukup punya keotentikan.
Memang dari segi tehnis penyutradaraan, Teguh menghadapi beberapa kendala. Antara lain, bagaimana menyutradarai kuda. Karena kuda fokusnya tidak pernah tepat, tidak tahu bagaimana berhenti, dan lain-lain.
Teguh Karya tidak menganggap film “November 1828” sebagai film perang, karena pada dasarnya ia tidak membuat film perang. Menurutnya, sebagai film perang “November 1828” kekecilan, sebab perang itu hanya 5 tahun. Dan Pangeran Diponegoro berperang hanya karena tanahnya dipotong oleh Belanda untuk membangun jalan.
Pada permulaan film, digambarkan sedikit tentang Sapit Urang atau Capitan Udang. Bagaimana Sentot yang baru berumur delapanbelas tahun, tetapi sudah mampu membuat strategi mengurung pasukan Belanda dengan Sapit Urang. Nah, ini data, bukan fiktif.
Berdasarkan fakta sejarah, Sentot adalah ahli strategi dan perang yang ulung. Tanpa Sentot, Pangeran Diponegoro hanya punya sikap nasionalis. Tahun 1830, Sentot di buang ke Minangkabau. Dan ia minta syarat harus diberi pasukan sebesar seribu orang dan itu dipenuhi oleh Belanda. Ketika perang Padri meletus, ia juga ikut berperang, akibatnya ia dibuang lagi ke Bengkulu. Sentot adalah tokoh yang berulang kali dibuang ke berbagai tempat. Peranan dan strateginya memang luar biasa. Musik film ini dibikin berdasarkan nada-nada yang diberikan oleh stalaknit di gua-gua. Bunyinya seperti gamelan. Itu sebabnya, kita akan mendengar bunyi-bunyian yang minimalis dalam film.
Membuat film bagi Teguh Karya adalah sebuah sumbangsih untuk turut mencerdaskan bangsa. Sebagaimana juga film-filmnya yang lain. Semua mengandung unsur-unsur kekinian (nilai-nilai moral, sosial dll). Kita bisa mengidentifikasi tokoh-tokoh dalam film Teguh Karya dengan tokoh-tokoh pada masyarakat sekarang.
Yang membuat dia selalu gelisah adalah pikiran-pikiran ‘apa yang harus dibikin’? Baginya seniman harus senantiasa gelisah. Dan berkeyakinan bahwa karya yang akan datang, itulah yang terbaik. Ini menunjukkan kerendah-hatian seorang seniman. Sikap rendah-hati ini nampak pada caranya memperlakukan tamu. Teguh menganggap semua tamunya bukan sebagai tamu, tetapi sebagai teman-teman yang baru pertama kali bertemu.
Kalau kita lihat secara keseluruhan, film-film Teguh Karya pada umumnya lebih banyak berbicara tentang nilai-nilai kemanusiaan. Yang terpenting baginya, di ufuk mana pun kita berada, kaidah-kaidah sinematografi, sekali pun yang umum sifatnya, harus kita gunakan dalam film kita.
Dalam pembuatan film “November 1828”, untuk adegan peperangan Teguh memerlukan waktu 13 hari. Dari pukul tujuh pagi hingga pukul tujuh malam. Setelah itu, selama seminggu ia lumpuh, tidak bisa jalan, karena berdiri terus. Baginya, film “November 1828” ini adalah sebuah peringatan kerja.
Membuat film, bagi Teguh Karya susah sekali. Persiapannya pun susah. Lem untuk jenggot pemainnya saja bisa tiga liter, jenggotnya sendiri bisa tiga kilo. Kudanya empat puluh ekor, tiga mati. Dua pemain tertembak punggungnya, untung tidak tembus, dan seterusnya. Jadi tidak benar kalau ada orang yang bilang, bahwa membuat film itu gampang!
Baca Juga : Mengenang Sutradara Teguh Karya (2)
Baca Juga : Mengenang Sutradara Teguh Karya (3)
Baca Juga : Mengenang Sutradara Teguh Karya (4)