Oleh Ilham Bintang
Ceknricek.com – Peresiden Direktur Astra International, Prijono Sugiarto, memaparkan sekilas kinerja perusahaan yang dipimpinnya. Kwartal pertama 2018 membukukan pendapatan bersih tumbuh 14 %. Namun, laba bersih turun tipis 2 %. “Tapi ini masih ada waktu untuk mengejar,” kata Prijono optimistis. Pria dendy murah senyum ini memang selalu optimistik.
Astra International merupakan group perusahaan besar dan moncer di Indonesia. Jumlah anak dan cucu perusahaanya sebanyak 215. Dengan sekitar 220 ribu karyawan di seluruh Indonesia.
Astra yang didirikan tahun 1957 memulai usaha di bidang otomatif. Sekarang di usia lebih enampuluh tahun bisnisnya sudah merambah banyak sektor. Properti, perusahaan alat berat, perbankan, dan lain sebagainya.
Prijono memaparkan kinerja Astra Selasa (5/6) malam, saat acara buka puasa direksi Astra dengan tokoh pers dan puluhan pemimpin redaksi media Nasional di Ballroom Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta. Itu cuma salah satu dari sekian belas acara buka puasa bersama yang diselenggarakan Astra dengan pelbagai kalangan. Sudah rutin diselenggarakan tiap Ramadhan, sejak puluhan tahun lalu.
Acara buka bersama Astra ini jarang dilewatkan para wartawan. Kalau kebetulan acaranya berbenturan dengan acara sama yang diselenggarakan instansi lain, wartawan akan menjadikannya prioritas pertama. Kalau perlu batal ke acara yang sama. Pernah sekali buka bersama berbenturan dengan acara sama di Istana Negara. Yang terakhir ini terpaksa diundurkan waktunya. Buka puasa di Astra serupa berlebaran, ratusan undangan sekaligus memanfaatkan momen itu untuk silaturahim.
Ketua Forum Pemimpin Redaksi Suryopratomo dalam sambutannya sempat menyinggung daya tarik wartawan memilih acara Astra. “ Karena tuan rumah tahu persis memperlakukan tamunya dengan baik,” kata Suryopratomo yang juga Direktur Utama Metro TV. Malam itu, dia sendiri merasa harus hadir mesti sesaat setelah memberi sambutan dia langsung pamit. Bergegas kembali ke kantor untuk memandu acara talkshow di televisinya.
Tokoh pers Ishadi Sk menunda keberangkatan ke Bali dari semula jam 4 sore menjadi jam 9 malam demi menghadiri acara Astra.
Setiap tahun, para pemred bergantian memberi sambutan balasan dan menyampaikan pesan dan kesan. Selain Suryopratomo, Uni Lubis juga diminta memberi sambutan. Padahal, ia baru beberapa jam tiba dari Portugal. Jetlag masih tersisa di wajahnya. Malam itu, Uni lebih banyak bercerita tentang hasil kunjunganya menghadiri seminar pers di Portugal.
Lintas Generasi
Tamu wartawan yang hadiri acara Astra lintas generasi. Dari wartawan yang dulu meliput bidang industri dan ekonomi puluhan tahun lalu hingga yang baru beberapa tahun menjadi wartawan.
Saya diminta juga naik panggung. Tapi sebagai penerima hadiah wartawan paling ramah. Acara pemilihan ini baru tahun ini dicreate Astra. Setiap tamu dibagi formulir isian. Diminta memilih pemred paling favorit. Saya malah tidak mengisi karena bingung. Masak sesama wartawan menilai. Eh, ternyata dapat hadiah. Penilaiannya spesifik : wartawan paling ramah. Hmm.
Saya naik panggung setelah Primus Dorimulu yang menerima hadiah sama memberi sambutan pendek Mau tahu hadiahnya? Menarik. Transistor dengan casing Radio Cawang zaman Old. Radio Cawang adalah radio produksi pertama putra bangsa yaitu H Thayeb Gobel tahun 1960 an. Seumur Astra. Masa itu, Radio Cawang ini amat populer dan familiar buat keluarga Indonesia.
Saya belum menyentuh mic yang disodorkan pembawa acara, saat Primus dari bawah usul supaya saya berdoa saja. Setuju.
Saya langsung mulai dengan menggaris bawahi catatan Dirut Astra tentang laba bersihnya yang turun tipis sekitar dua persen pada kwartal pertama. Saya bilang, penurunan laba tetap itu harus disyukuri. Kemungkinan penurunan laba bisa lebih besar seandainya Astra tidak punya tradisi buka bersama sejak lama. Hadirin tertawa. Tapi lihat nanti, pasti target keuntungan akan tercapai. Apalagi kalau terus membuka lapangan kerja bagi banyak orang. Saya lirik Pak Prijono. Dia tertawa.
Saya lanjut. Jangan tertawa. Ini serius. Ada hadistnya. Siapa yang memberi makan orang berpuasa Allah SWT akan mengganti 700 kali nilainya. Setelah itu dikali dua pula. Astra silahkan hitung berapa kali acara buka puasa dikali sekian ratus orang tiap kali acara. Kalikan tujuhratus kali dua.
Tradisi buka bersama Astra saya tahu sudah berlangsung puluhan tahun. Tak jeran jika Astra masih tercatar sebagai perusahaan paling berkilau di Indonesia. Secara spritual saya yakin itu antara lain berkah karena selalu menyelenggarakan buka puasa bersama.
Hal lain yang harus disyukuri Astra, ialah tamu-tamunya bukanlah orang yang tidak bisa buka puasa di rumahnya. Tapi dia meninggalkan buka bersama dengan keluarga atau relasi lainnya karena itulah misteri Tuhan ingin memberi ganjaran 700 kali lipat kali dua buat Astra.
Bayangkan kalau para tamu mengabaikan undangannya. Dengan cara apa Astra mendapat ganjaran besar ratusan kali sebagai balasan dari Tuhan.
Maghrib ke Imsyak cuma satu jam
Inilah nikmat Allah yang mesti disyukuri, kata saya melanjutkan. Karena Tuhan menciptakan kesempatan itu.
Saya ceritakan, bulan puasa di awal-awal Islam tidak mungkin bikin acara seperti ini. Kenapa?
Karena masa berbuka masa itu, tak lebih satu jam. Maghrib buka. Masuk Isya, imsak. Durasi itu tidak memungkinkan ada acara buka puasa puasa. Di Jakarta untuk mendatangi tempat buka puasa saja sedikitnya butuh waktu tiga jam pergi pulang.
Waktu untuk makan minum saja tidak cukup. Apalagi bercampur dengan isteri. Keseluruhan durasinya hanya satu jam.
Saya lirik Hendry Bangun, Sekjen PWI Pusat di meja depan. Dia tergolong pengantin baru. Malam sebelumnya, saya melihat di Instagram isterinya mengupload lokasi mereka sedang di daerah wisata di Bogor.
Lalu saya katakan, Hendry pasti termasuk menderita kalau durasi waktu buka sampai Imsak cuma satu jam. Saya lirik Primus Dorimulu yang semeja dengan Pak Priyono. Primus ini Nasrani. Tapi saya salut. Dia paling rajin menghadiri undangan buka puasa. Dibandingkan dengan saya, nol.
Saya jarang menghadiri buka puasa karena tak tahan dengan kemacetan lalu lintas di Jakarta. Selain karena sering membuat jadwal salat Taraweh saya di mesjid terbengkalai. Primus bisa hadiri dua – tiga undangan buka puasa dalam semalam. Entah bagaimana mengaturnya. Luar biasa.
Saya lihat dia tertawa waktu saya berkomentar ini “ Coba, di mana Primus mau buka puasa kalau aturan puasa di awal Islam berlaku sampai sekarang.
Mengenai durasi puasa ini ada riwayat di zaman Nabi menjelaskan. Nabi sempat memundurkan waktu dari Maghrib ke Isya, tiga jam. Jadi total waktu untuk makan minum plus keperluan lainnya tiga jam. Tapi ummat tetap tidak tahan. Akhirnya karena Tuhan Maha Pemurah dan Maha Mengabulkan, maka aturan puasa pun berubah. Dari Maghrib hingga subuh. Subhanallah.
Mengentas Kemiskinan di Madinah
Di awal Ramadhan mantan Dirut Astra Teddy Rahmat yang kini memimpin Triputra Group mengundang buka puasa. Ini juga tiap tahunbikin acara buka bersama direksi dan wartawan. Melanjutkan tradisi waktu memimpin Astra. Hebatnya undangannya dikirim jauh hari. Jauh sebelum pemerintah menetapkan permulaan puasa tahun ini.
Dalam sambutannya waktu itu, Rahmat mengemukakan tekadnya untuk membesarkan perusahaannya supaya bisa menyerap lapangan kerja lebih banyak. Dia mengatakan itu merupakan hasil perenungannya untuk ikut mengambil peran mengentaskankemiskinan di tanah air.
Dengan membuka lebih banyak lapangan kerja dia berharap bisa menekan angka kemiskinan. Cara itu, menurut pandangannya bisa membuat masyarakat Indonesia lebih tentram. Tidak galau sampai harus bikin gaduh.
Setelah Pak Teddy berbicara, saya didaulat pembawa acara untuk memberi sambutan balasan. Saya langsung menyambar. Menyatakan gagasan Teddy bagus sekali.
Saya cerita kiat Nabi mengentas kemiskinan di Madinah di zaman Hijrah. Itulah kisah pengentasan kemiskinan paling sukses dalam sejarah. Karena terjadi hanya dalam sehari. Urusan langsung beres.
Menurut riwayat, ketika Hijrah ke Madinah Nabi diikuti sekitar 500 ribu warga Mekkah yang miskin. Sahabat cemas. Dia menyampaikan kecemasannya kepada Nabi.
Lalu Nabi tanya berapa jumlah penduduk Madinah. Jawab sahabat : sekitar 1 juta orang. Ya sudah, bikin kebijakan satu orang Madinah mengangkat satu anak dari Mekkah. Kiat ini berhasil. Madinah sampai sekarang tergolong negeri makmur.
Bahkan ada cerita warga Madinah Ostman bin Affan sampai sekarang masih memiliki rekening di bank dari usahanya menjual air 1400 tahun lalu. Monumen Ostman Bin Affan itu berdiri dalam wujud hotel di Madinah sekarang.
Saya bilang ke Pak Teddy menurut data, ada 5 persen penduduk Indonesia pemilik konglomerasi yang menguasai 80 % ekonomi Indonesia. Hartanya berarti setara penghasilan 180 juta rakyat Indonesia. Jumlah penduduk miskin di tanah air 27 juta jiwa. Saya minta dia mempelajari kiat Nabi. Dengan jumlah itu bisa lima konglomerat berpatungan mengentaskan satu orang miskin.
Di meja tamu, saya melihat Arini Subianto. Dia pengusaha tambang, wanita terkaya Indonesia. Langsung saya “sergap”. Saya bilang, tadi saya satu meja dengan Mbak Arini. Ternyata makannya cuma dua kepal. Bayangkan kalau jatah makannya dia bagi ke orang miskin, berapa orang yang bisa diselamatkan? Arini tersenyum.
Waktu itu, saya singgung juga pahala memberi makan orang yang berpuasa. Saya cerita pengalaman saya berpuasa di Tanah Suci waktu Ramdhan. Menjelang Magrib seluruh area sekitar mesjid sudah dipenuhi lapak-lapak tempat berbuka puasa gratis. Itu sumbangan warga dan para pengusaha di tanah suci. Tiap malam.
Malah mereka mengerahkan jamaah untuk memenuhi lapaknya. Mereka beradu promosi pelayanan dan menu masakan yang lezat-lezat. Kurma, buah, teh beraroma berlimpah-limpah. Terakhir terbetik kabar mereka bahkan memberi uang saku bagi jamaah yang memilih lapaknya.
Apa artinya itu? Mereka haqul yakin Tuhan akan memberi ganjaran 700 kali lipat kali dua sebagai balasan atas jamuannya.
“ Pelajari itu, Pak,” kata saya menutup sambutan. Pak Aminuddin PR senior, sahabat saya yang menjadi orang kepercayaan Pak Teddy menelpon ketika saya tiba di rumah. “ Terima kasih Pak Ilham. Pak Teddy senang sekali. Isi sambutan Pak Ilham klop dengan pemikiran beliau selama ini. Pengetahuan Islam Pak Teddy sebenarnya jauh lebih dalam dari saya,” ungkap Pak Aminuddin.
Alhamdulillah. Semoga makin banyak konglomerat demikian. Syukur kalau terjadi pada semua konglomerat yang menguasai 80 % ekonomi Indonesia.
Meruya , 21 Ramadhan 1439 H