Ceknricek.com — Partai Golkar adalah partai yang paling produktif beranak. Asyiknya, anak-anak Sang Beringin sehat-sehat dan kaya. Kini kalangan sepuh partai ini berharap Musyawarah Nasional atau Munas Golkar yang dijadwalkan Desember nanti tidak membuat Sang Beringin pecah, apalagi sampai beranak lagi.
Sekadar mengingatkan saja, Partai Golkar beranak pinak pasca reformasi. Sebagian anak Golkar ada sukses mengantarkan kadernya ke Senayan. Anak Golkar itu antara lain Partai Nasional Demokrat (Nasdem), yang dipimpin dan dibidani Surya Paloh. Surya mendirikan Nadem pasca kekalahannya bersaing memperebutkan kursi Ketua Umum Golkar, melawan Aburizal Bakrie.
Partai Pecahan Golkar. Sumber: Reddit
Gerindra pun hasil dari naungan Beringin. Begitu juga Partai Hati Nurani Rakyat atau Hanura. Prabowo Subianto, pemimpin dan pendiri Gerindra adalah kader Golkar. Begitu Juga Wiranto, pendiri Hanura. Partai Berkarya juga begitu. Kini partai yang dipimpin Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto ini adalah anak kandung Golkar.
Berkah Setnov
Nah belakangan ini, Sang Beringin mulai begoyang ke kiri dan ke kanan seakan diterpa angin. Angin itu datang dari pertarungan dua kader yang sama-sama dekat dengan Presiden Joko Widodo. Mereka sama-sama bergerilya mencari dukungan untuk menduduki jabatan ketua umum pada munas partai ini mendatang. Dua kader itu adalah Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo atau Bamsoet.
Airlangga dan Bamsoet adalah kader penerima berkah dari duka ketua umum sebelumnya, Setya Novanto atau Setnov. Pada tahun 2017, Setnov –pengganti Aburizal Bakrie– dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sebagai tersangka korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau KTP-El tahun anggaran 2011-2013 yang merugikan negara Rp13 triliun. Airlangga menggantikan Setnov sebagai Ketum. Sedangkan Bamsoet kebagian menggantikan Setnov sebagai Ketua DPR-RI.
Sumber: Sindo
Kini Setnov bertapa di Gunung Sindur, rutan super maximum security, setelah majelis hakim tipikor memvonisnya 15 tahun penjara. Di sisi lain, Airlangga dan Bamsoet berlomba memenangkan kursi Ketum yang ditinggalkannya. “Sampai ini hari Bamsoet sudah mendapat dukungan lebih dari 400 DPD tingkat I dan II,” kata Yorrys Raweyai, Minggu (7/7). Yorrys adalah Tim Sukses Bambang Soesatyo. Pernyataan politikus senior Partai Golkar ini disampaikan kepada pers di Resto Batik Kuring, Kuningan, Jakarta.
Dukungan Bamsoet. Sumber: detik
Sebagai pengetahuan, pemilik suara sah pada munas sesuai AD/ART Partai Golkar adalah 34 suara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) tingkat I, 514 suara DPD tingkat II, satu suara DPP, dan satu suara Dewan Pembina Partai serta 10 ormas pendukung. Jika benar, Bamsoet sudah memiliki 400 dukungan DPD, maka kursi ketum tinggal menunggu Bamsoet.
Tapi tunggu dulu. Airlangga juga mengkalim hal yang sama. Sederet Ketua DPD I dan II Golkar hadir pada saat Airlangga mendeklarasikan pencalonan dirinya sebagai Ketum Golkar Minggu (7/7). Ia juga mengklaim mendapat dukungan 400 pemegang suara Golkar.
Dukungan Airlangga. Sumber: Istimewa
“Hari ini pada tanggal 7 Juli 2019 saya Airlangga Hartarto setelah menerima amanat dan aspirasi dari 400 pemegang suara di Partai Golkar dan dengan dukungan yang masih mengalir, maka dengan ini saya menyatakan siap maju menjadi ketua umum Partai Golkar 2019 -2024,” ujar Airlangga.
Ketua DPD Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi, juga mengklaim 400 unsur pimpinan DPD di sejumlah daerah di Indonesia mendukung Airlangga. Bahkan wilayahnya yang paling mengawali dukungan buat Airlangga. “Dukungan itu tersebar di sejumlah daerah, yakni diawali dari Jawa Barat, kemudian Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara dan selanjutnya Kalimantan Selatan,” katanya kepada Merdeka.com.
Masih Cair
Ketua DPP Partai Gokar, Andi Sinulingga, meyakini hasil pemilihan calon ketua umum partainya untuk periode mendatang bergantung terhadap restu Presiden Joko Widodo. Siapa pun yang menerima restu Jokowi, katanya, kemungkinan besar akan terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar yang berikutnya. “Karena kalau kita lihat, restu Pak Jokowi itu sudah pastilah, siapa yang direstui Pak Jokowi saya kira itu yang akan memimpin Partai Golkar nanti,” kata Andi dalam sebuah diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta, Minggu (7/7).
Jika benar begitu, Airlangga dan Bamsoet berarti memiliki peluang yang sama untuk mempimpin Partai Golkar, karena kedua tokoh ini mempunyai akses yang sama ke Presiden Joko Widodo.
Dua nama ini juga sama-sama memiliki jabatan yang memungkinkan untuk mendapat akses berhubungan langsung dengan Presiden Jokowi. Airlangga, adalah menteri kabinet Jokowi-JK yang tentunya mempunyai akses langsung ke Jokowi. Bahkan, Airlangga mendapat dispensasi dari Jokowi menjadi menteri meskipun berstatus ketua umum Partai Golkar. Pasalnya, sebelumnya, seorang menteri dilarang melakukan rangkap jabatan.
Sumber: Liputan 6
Di sisi lain, posisi Bamsoet secara ketatanegaraan itu sederajat dengan Presiden. Jadi dua-duanya punya akses (kepada Presiden).
Selain faktor restu Jokowi, waktu pelaksanaan munas, juga bisa menentukan kemenangan keduanya. Jika munas digelar pada Desember 2019, maka Bamsoet sudah tidak lagi menjadi ketua DPR. Namun, jika pelaksanaan munas dimajukan pada September 2019, posisi ketua DPR masih dipegang Bamsoet. Kemudian, dari sisi Airlangga, pada Desember nanti dia pun telah demisioner sebagai menteri. Itu juga bisa mempengaruhi.
Sumber: Istimewa
Kini skenario masih cair dan banyak kartu yang bisa dimainkan oleh keduanya. Airlangga bisa menggunakan posisinya sebagai ketua umum Golkar untuk menentukan siapa yang direkomendasikan sebagai menteri untuk kabinet Jokowi mendatang dan siapa yang layak jadi pimpinan DPR-MPR.
Namun, keberanian Bamsoet menantang Airlangga juga bukan dengan tangan kosong. Konon banyak penyokong besar di belakang Wakil Koordinator Bidang Pratama Partai Golkar ini. Aburizal Bakrie disebut-sebut salah satunya. Bahkan mantan ketum Golkar itu sudah memerintahkan pendukungnya untuk mendukung Bamsoet menumbangkan Airlangga dari pucuk pimpinan partai. Sejumlah loyalis Setnov kabarnya juga mendukung. Mereka itu antara lain Aziz Sumual dan Robert Kardinal.
Terbuka
Munas Partai Golkar jelas menjadi pertaruhan bagi partai ini ke depannya. Itu sebabnya pada 18 Juni lalu, jajaran Dewan Pembina Partai Golkar merasa perlu bertemu guna membahas masalah ini. Pertemuan itu dilakukan di sebuah restoran Jepang sembari menyantap hidangan khas Jepang, shabu-shabu.
Para sesepuh Golkar ini berpendapat Munas 2019 terbuka bagi setiap kader yang memenuhi syarat dan ketentuan untuk maju menjadi calon ketum agar terjadi persaingan sehat, terbuka dan demokratis. Mereka berharap Munas 2019 menjadi ajang kompetisi ide dan gagasan bagi para calon ketua umum dalam mengemban tugas 2019-2024 untuk mengembalikan kemandirian dan kejayaan Partai Golkar.
Di samping itu Dewan Pembina meminta Golkar tetap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang menyangkut kepentingan rakyat meskipun menjadi bagian dari koalisi pendukung Jokowi- Ma’ruf Amin. Golkar diminta tidak tergantung kepada kekuasaan, merespons secara kritis kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan menjaga kemajemukan dalam masyarakat.
Pasca 2004 sejak Akbar Tanjung tak lagi memimpin Golkar, suara Sang Beringin memang cenderung merosot. Begitu juga di era Airlangga. Dalam Pemilu 2019 Partai Golkar hanya meraih kursi 85 di DPR. Padahal menargetkan 110 kursi.
Wajar saja jika para anggota Dewan Pembina Golkar menghendaki pertarungan di Munas 2019 tidak saling serang sehingga memicu konflik berpotensi memunculkan sempalan. Para senior juga melihat bahwa generasi Munas 2019 adalah masa transisi kepemimpinan muda untuk menuju 2024. Meskipun ketua umum Golkar tak harus maju sebagai Capres di Pilpres 2024, Sang Beringin harus tetap menjadi tempat yang teduh bagi kadernya.