Ceknricek.com — Kantor Staf Kepresidenan, Selasa (14/5), menggelar rapat dengan sejumlah menteri dan pihak terkait untuk membahas meninggalnya ratusan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Pemilu 2019.
Rapat yang dipimpin Kepala Staf Kepresidenan Jenderal Purnawirawan Moeldoko juga dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F. Moeloek, Sekretaris Jenderal KPU Arif Rahman Hakim dan perwakilan dari Ikatan Dokter Indonesia.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memastikan, pemerintah tidak akan membentuk tim pencari fakta atas meninggalnya ratusan petugas KPPS. Alasannya, karena menurut data Kementerian Kesehatan, kematian para petugas itu sebagian besar karena jantung, stroke.
Penyebab kematiannya bisa dibuktikan. “Bukan karena diracun,” kata Moeldoko di kantor KSP, Jakarta, Selasa (14/5).
Moeldoko menyayangkan sejumlah pihak yang menyebut banyak petugas KPPS meninggal tidak wajar karena diracun. Ia menegaskan, itu adalah pernyataan yang sesat. “Itu ngawur dan tidak menghormati keluarga korban,” katanya.
Menurut Moeldoko, tim yang diperlukan adalah tim yang disampaikan Menteri Kesehatan. Terutama untuk mencari faktor dari sisi kesehatan, dan beban kerjanya yang berat itu.
Hal lainnya yang perlu dilakukan adalah bagaimana memperbaiki sistem kerja KPU sampai ke jajaran terbawah di Pemilu berikutnya.
Moeldoko juga menyinggung masukan dari Ikatan Dokter Indonesia yang menurutnya bagus, yaitu melihat risiko pekerjaan.
“Kita harus pikirkan bagaimaan risiko pekerjaan, apakah pekerjaannya terlalu berlebihan? Hal-hal inilah yang perlu dipikirkan untuk diperbaiki ke depan, beban kerja yang semakin proporsional dengan jam kerja,” kata Moeldoko.
Sekretaris Jenderal KPU Arif Rahman Hakim mengatakan, sampai hari ini ada 485 pahlawan demokrasi yang meninggal dan 10 .997 yang sakit. Kepada mereka, KPU telah memberikan uang santunan yang besarnya bervariasi.
Arif mengakui, dalam perekrutan petugas KPPS sebelumnya agak longgar. Mereka hanya diminta untuk menyertakan keterangan sehat dan belum diasuransikan.
Arif meminta ada evaluasi dan ke depannya masalah rekruitmen petugas diperbaiki. Terutama menyangkut kondisi kesehatan dan batasan usia.
“Kami mengusulkan ini diperbaiki,” katanya di kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta, Selasa (14/5).
Dalam laporannya, Menkes Nila F. Moeloek memaparkan, kalau dari jumlah korban meninggal, 39% meninggal di rumah sakit, sisanya meninggal di rumah (61%).
Menurut Nila, mereka yang meninggal sekitar 58 persen berusia di atas 60 hingga 70 tahun.
“51 persen dikarenakan jantung, cardiovasculer,” katanya.
Menkes mengatakan, untuk meneliti korban yang meninggal di luar rumah sakit, pihaknya akan bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan IDI untuk meneliti.
Terhadap mereka akan dilakukan autopsi verbal. Tim akan menanyakan riwayat sakit kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya. “Tingkat ketepatannya bisa sampai 80 persen,” ujar Nila.
Untuk diketahui, rapat ini membahas soal penyebab meninggalnya ratusan KPPS, penanganan bagi yang sakit dan bagaimana langkah-langkah mengatasinya. Soal santunan bagi keluarga korban dan anggota KPPS yang masih sakit, juga evaluasi terhadap keseriusan pemeriksaan kesehatan anggota KPPS yang perlu menjadi perhatian pada Pemilu mendatang. Langkah ini dilakukan agar tidak muncul korban seperti peristiwa Pemilu 2019.