Close Menu
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
Tentang Kami Kontak Kami
  • APP STORE
  • GOOGLE PLAY
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
CEK&RICEKCEK&RICEK
Trending:
  • 8 Tempat Berburu Takjil di Jakarta Saat Ramadhan
  • Bareskrim Tangkap Direktur Persiba Balikpapan Terkait Kasus Narkoba
  • Dialog Ramadan Lintas Agama: Puasa sebagai Sarana Menahan Diri dan Membangun Kebersamaan
  • Rantai Korupsi Tambang Nikel
  • Lady Gaga Bakal Gelar Konser di Singapura pada Mei 2025
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
Home»Opini

Ndasmu!

Opini February 17, 20254 Mins Read

Ceknricek.com–Indonesia telah memasuki babak baru dalam kepemimpinannya. Era Presiden Prabowo Subianto, yang sejak awal menjanjikan ketegasan dan keberanian, kini mulai menunjukkan warnanya —bukan hanya dalam kebijakan, tetapi juga dalam pilihan diksi yang diucapkan di hadapan publik.

Sabtu, 15 Februari 2025, di Sentul Convention Center, Prabowo dengan tenang —tapi jelas terdengar— mengucapkan kata “ndasmu” hingga tiga kali dalam orasinya. Kata ini, bagi orang Jawa, terutama Mataraman, merupakan ungkapan yang kasar, jauh dari sekadar “kepalamu” dalam bahasa Indonesia.

Lebih dari itu, kata ini mencerminkan ekspresi ketidaksabaran, kemarahan, atau penghinaan. Dan ini bukan pertama kalinya. Dalam berbagai kesempatan, Prabowo telah beberapa kali menggunakan kosakata ini: “ndasmu” —sebuah nada penuh penghinaan yang menyasar kondisi isi kepala seseorang.

Ia pernah mengucapkannya pada 2019 saat mengomentari pertumbuhan ekonomi 5% di era Jokowi, pernah di hadapan kader PAN, dan pernah pula dalam debat Pilpres 2024. Kali ini, sasaran umpatan halusnya para pengkritik yang meragukan program makan bergizi gratis dan mereka yang mengatakan bahwa ia masih dikendalikan Jokowi.

Namun, pertanyaannya: apakah pantas seorang presiden berbicara demikian?

Seorang pemimpin tidak hanya dinilai dari kebijakan yang dibuatnya, tapi juga dari cara ia berkomunikasi. Kata-kata mencerminkan karakter, dan dalam politik, kata-kata adalah senjata.

Di tangan pemimpin yang bijak, kata-kata menenangkan rakyat, membangun harapan, dan merangkul perbedaan. Sebaliknya, di tangan pemimpin yang emosional, kata-kata bisa menjadi pisau tajam yang melukai demokrasi.

Sejarah mencatat bagaimana para pemimpin besar menggunakan kata-kata sebagai alat perubahan. Soekarno berpidato dengan gaya membakar semangat, Habibie berbicara dengan ketajaman intelektual, dan Gus Dur merangkul lawan politik dengan humor yang menggugah tawa, bukan umpatan.

Prabowo, dengan latar belakang militernya, tampaknya lebih memilih pendekatan yang lain. Ada nada defensif dalam ucapannya, seolah kritik adalah ancaman yang harus segera ditumpas, bukan masukan yang perlu didengar.

Sikap ini mengingatkan pada para pemimpin otoriter yang melihat oposisi bukan sebagai bagian dari demokrasi, melainkan sebagai gangguan yang harus dibungkam. Sebuah alarm tanda bahaya bagi demokrasi sejati.

Sebagai mantan jenderal, Prabowo terbiasa dengan dunia militer yang hierarkis, di mana perintah adalah hukum dan kepatuhan adalah keharusan. Namun, sebagai pemimpin sipil, ia harusnya beradaptasi dengan sistem demokrasi yang menjunjung tinggi perbedaan pendapat.

Penggunaan kata “ndasmu” menunjukkan bahwa adaptasi ini tampaknya masih jauh dari sempurna. Reaksi emosional terhadap kritik mengindikasikan bahwa Prabowo lebih nyaman dengan lingkungan di mana loyalitas tanpa syarat lebih dihargai daripada diskusi terbuka.

Ironisnya, ia sendiri pernah berjanji bahwa di bawah kepemimpinannya, kritik akan dihormati. Tetapi jika kritik dibalas dengan kata kasar, bagaimana nasib demokrasi ke depan?

Ucapan seorang presiden bukan sekadar refleksi pribadi, tetapi juga representasi dari nilai yang ia bawa dalam pemerintahannya. Jika di awal masa kepresidenannya saja sudah ada indikasi intoleransi terhadap kritik, maka ini bisa menjadi alarm bahaya bagi kebebasan berekspresi di masa depan.

Seorang pemimpin yang tidak tahan dikritik biasanya akan melangkah lebih jauh: dari sekadar mengumpat, menjadi membungkam. Dari hanya melontarkan kata kasar, menjadi melabeli lawan politik sebagai musuh negara.

Sejarah dunia telah menunjukkan bahwa demokrasi tidak mati dalam semalam, melainkan perlahan-lahan, dimulai dari sikap pemimpin yang anti-kritik. Berbekal arogansi kekuasaan, ini bisa berlanjut ke aksi pembungkaman, kriminalisasi, bahkan pembunuhan. Naudzubillah.

Seorang pemimpin besar tidak akan jatuh hanya karena kritik. Justru, kritik adalah vitamin bagi pemerintahan yang sehat. Jika Prabowo benar-benar ingin membuktikan bahwa ia bukan boneka, bukan sekadar pelaksana program Jokowi, maka cara terbaik adalah menunjukkan kepemimpinan yang matang —bukan dengan mengumpat, tetapi dengan menjawab kritik melalui tindakan nyata.

Indonesia membutuhkan pemimpin yang kuat, tetapi juga bijak. Kekuatan tanpa kebijaksanaan hanya akan melahirkan ketakutan, bukan keteladanan.

Maka, jika ada yang bertanya, “Apakah pantas seorang presiden berkata kasar?” Jawabannya jelas dan lantang: tidak. Sungguh tidak.

Dan jika ada yang ingin membela dengan berkata, “Ah, itu hanya ekspresi spontan,” maka mari kita jawab dengan satu kata Jawa yang lebih beradab: “Sirahmu!”

Cak AT – Ahmadie Thaha

Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 17/2/2025

#Prabowo kepemimpinan pemimpin
Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp Email

Related Posts

Rantai Korupsi Tambang Nikel

Ironi Dunia Penerbangan Indonesia

Generasi Beta, Selamat Datang

Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

Sedang Tren

8 Tempat Berburu Takjil di Jakarta Saat Ramadhan

Ceknricek.com — Menjelang waktu berbuka puasa, berburu takjil menjadi salah satu tradisi yang paling dinantikan selama…

Bareskrim Tangkap Direktur Persiba Balikpapan Terkait Kasus Narkoba

March 10, 2025

Dialog Ramadan Lintas Agama: Puasa sebagai Sarana Menahan Diri dan Membangun Kebersamaan

March 10, 2025

Rantai Korupsi Tambang Nikel

March 10, 2025

Lady Gaga Bakal Gelar Konser di Singapura pada Mei 2025

March 10, 2025

Nikita Willy Bagikan Tips Tetap Bugar Saat Berpuasa

March 10, 2025

Hasil Liga Italia: Atalanta Permalukan Juventus 4-0

March 10, 2025

Ironi Dunia Penerbangan Indonesia

March 10, 2025
logo

Graha C&R, Jalan Penyelesaian Tomang IV Blok 85/21, Kav DKI Meruya Ilir, Jakarta Barat. redaksi@ceknricek.com | (021) 5859328

CEK & RICEK
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
575/DP-Verifikasi/K/X/2020

Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
© 2017-2025 Ceknricek.com Company. All rights reserved.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.