Ceknricek.com–Tinggal menghitung hari lagi. Atau dalam bahasa yang lain, proses transisi kekuasaan dari Presiden Jokowi ke Presiden terpilih Prabowo Subianto – Gibran tinggal beberapa hari lagi akan terlaksana.
Hal itu, nampak ketika sejumlah nama – nama sudah dipanggil ke rumah kediaman presiden baru di Kertanegara (sore, 14/10/2024). Meskipun panggilan itu, sifatnya perkenalan dan kesiapan untuk membantu pemerintahan presiden terpilih. Karena itu, belum resmi di umumkan tetapi wajah-wajah yang bakal menduduki pos kementerian sudah mencuat ke permukaan.
Tak dapat diingkari, masih sarat dengan orang lama atau masih kental dengan figur-figur keberlanjutan pemerintahan lama (Jokowi). Pada titik ini, tentu saja mengundang timbulnya percakapan publik yang kontroversial atau bernada pesimis terhadap perubahan signifikan pemerintahan yang akan datang.
Pemberantasan korupsi
Walaupun kita memahami bahwa mengumumkan dan mengangkat anggota kabinet adalah hak prerogatif presiden, dalam konstitusi di amanatkan pada Pasal 17 ayat (1), 2, dan 3 UUD 1945.
Oleh sebab itu, ekspektasi publik untuk munculnya orang dengan rekam jejak baik (kredibel) sangat diharapkan. Dalam artian, sosok yang bersih sehingga bisa mendukung pemerintahan yang bersih (clean government dan good government).
Apalagi dengan kondisi problem bangsa yang berlapis-lapis, sehingga dibutuhkan penegakan hukum dan komitmen pemberantasan korupsi. Hanya dengan cara itu, memungkinkan hadirnya pemerintahan yang baik dan bersih (bermartabat).
Maka, sejujurnya publik berharap presiden terpilih memilih menteri-menterinya yang memang memiliki “kualifikasi” di bidangnya. Konstitusi menegaskan, kabinet sepenuhnya bertanggung jawab kepada presiden sebagai pemegang kekuasaan. Pemerintahan negara atau sebagai administrator yang tertinggi.
Karena itulah, menghadapi KKN yang makin marak serta skandal-skandal korupsi milyaran-trilyunan yang tak kunjung selesai, bahkan banyak “raib” di telan narasi-narasi retorik pemberantasan korupsi itu sendiri.
Saat ini, haruslah diakui bahwa KKN sudah merambah ke semua lini dengan mengatasnamakan untuk dan demi demokrasi. Kini, jaringannya sudah terbangun dari atas ke bawah, dari tengah ke samping, skalanya makin membesar.
Masalah ini dapat dilihat pada kasus korupsi tata niaga di PT Timah yang diungkap Kejaksaan Agung. Nilai kerugian negara sangat fantastis sebesar 271 trilyun. Setelah itu pengembangan pajak yang membuat negara kehilangan potensi penerimaan hingga mencapai 300 trilyun. Belum lagi kasus penyimpangan lainnya yang menunjukkan betapa tindak pidana korupsi ini yang rata-rata bersumber dari KKN telah “menciderai” rasa keadilan rakyat karena menjadi penyebab kesejahteraan rakyat itu diterlantarkan.
Dengan demikian, tantangan serius pemerintahan ini ke depan menjadi agenda penting dan utama. Olehnya itu, pernyataan presiden terpilih bahwa ia akan melarang menteri untuk mencari keuntungan dari anggaran negara dalam rangka mencegah korupsi (Jakarta,Kompas.com) adalah menjadi angin segar yang di tunggu oleh publik.
Bagaimanapun, hal itu merupakan sinyal positif bagi pemberantasan KKN. Itulah sebabnya, pernyataan itu publik menunggu realisasinya, sehingga benar-benar akan menjadi kenyataan yaitu presiden setiap langkah kebijakannya senantiasa “membumikan” dimensi-dimensi penting pemberantasan KKN, baik pada aspek birokrasi pemerintahan maupun dalam pelaksanaan program pembangunan.
Komitmen pemerintahan Prabowo Subianto, sekali lagi sangat dinantikan publik dengan integritas dan dedikasi yang kuat dalam memberikan contoh keteladanan. Itulah harapan rakyat sesungguhnya. Bukan sebaliknya, kepentingan pemerintahan yang terobsesi mengeruk keuntungan. Lantas menafikan mentalitas seorang negarawan dan kepatuhan terhadap konstitusi.
Dengan demikian, negara menjadi institusi yang bernilai “sakral” dan penuh amanat rakyat. Dan, dalam urusan kelembagaan negara, menteri nyambi bisnis haruslah menjadi perhatian ketegasan dari presiden untuk melarangnya. Tak boleh lagi dianggap kewajaran atau kebenaran digantikan pembenaran. Sebab, memberi ruang adanya retorika menandingi opini-opini kritis, itu sama saja memberi peluang tumbuh suburnya KKN kembali.
Walhasil, dalam menumbuhkan semangat berkonstitusi, maka menteri-menteri yang diberi amanat tidak hanya sekadar mencari kekuasaan. Tetapi mampu “mewakafkan” diri untuk pengabdian kepada bangsa. Karena itulah, kita berharap pemerintahan Prabowo haruslah bersih dari korupsi.
Jakarta, 15/10/2024
#Abustan, Pengajar Hukum Konstitusi Universitas Islam Jakarta