Close Menu
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
Tentang Kami Kontak Kami
  • APP STORE
  • GOOGLE PLAY
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
CEK&RICEKCEK&RICEK
Trending:
  • 8 Tempat Berburu Takjil di Jakarta Saat Ramadhan
  • Bareskrim Tangkap Direktur Persiba Balikpapan Terkait Kasus Narkoba
  • Dialog Ramadan Lintas Agama: Puasa sebagai Sarana Menahan Diri dan Membangun Kebersamaan
  • Rantai Korupsi Tambang Nikel
  • Lady Gaga Bakal Gelar Konser di Singapura pada Mei 2025
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
Home»Opini

Pemilu Digital Kian Relevan

Opini May 29, 20197 Mins Read

Ceknricek.com — Pemilihan umum (pemilu) tahun ini begitu jelimet dan sangat memakan waktu. Bagaimana tidak? Lima pemilihan: presiden, DPR RI, DPRD provinsi, kabupaten, dan kota, serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dihelat dalam sehari. Penghitungannya pun harus selesai hari itu juga. Belakangan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menambah waktu penghitungan selama 12 jam. Sampai pada rekapitulasi di tingkat pusat, butuh waktu sebulan.

Jelas saja itu adalah tugas berat bagi para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Data Kementerian Kesehatan melalui dinas kesehatan tiap provinsi mencatat petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal 527 jiwa dan sakit mencapai 11.239 orang. Jumlah korban sakit dan meninggal tersebut hasil investigasi Kemenkes di 28 provinsi per tanggal 15 Mei.

Tak pelak, kritikan pedas diarahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lembaga pimpinan Arief Budiman itu dianggap tak bisa mengantisipasi kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi dalam jalannya pemilihan.

Sumber: Ashar/Ceknricek.com

KPU pun menolak memikul kesalahan itu sendiri. Budiman berdalih, KPU sudah berusaha sekuat tenaga melaksanakan dan membagi tugas penyelenggaraan pemilu dengan baik. Pihaknya juga sudah mengimbau petugas KPPS untuk mengatur ritme kerja dan waktu istirahat. Namun, masalahnya bukan pada KPU. “Desain Pemilu 2019 cukup berat. Silakan atur iramanya, tetapi situasi di lapangan kadang enggak memungkinkan,” ujar Arief.

Atas tragedi itu, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menganggap kejadian itu di luar dugaannya. Meski demikian, ia tak menampik perihal beban anggota KPPS yang cukup berat. Sejak pagi, mereka harus melayani pemilih, menghitung satu per satu surat suara, mengisi Formulir C1, hingga menyalin C1 dalam jumlah banyak.

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi. Sumber: kumparan

Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi (MK) juga sudah menambah waktu penghitungan suara menjadi 12 jam. Begitu juga dengan KPU yang sudah membatasi jumlah peserta dalam satu TPS, dari 500 orang menjadi maksimal 300 orang. Tak ayal bila jumlah lokasi voting bertambah banyak dibandingkan Pemilu 2014. Kali ini jumlahnya mencapai 810.193 TPS atau naik sekitar 200-an ribu dari pemilu sebelumnya, 545.803 TPS.

Kendati waktu sudah ditambah, petugas tetap berpacu dengan waktu. Pasalnya, ada lima surat suara berbeda yakni pemilihan presiden/wakil (Pilpres), DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Lantaran itu, penghitungan dilakukan tanpa jeda sehingga petugas kurang istirahat.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan, tragedi itu bukanlah fenomena baru. Lewat penelusurannya, Perludem menghitung ada ratusan petugas penyelenggara meninggal pada Pemilu 2014. Jumlahnya sekitar 157 orang. “Eksposnya memang tidak sedominan sekarang, termasuk medsos (media sosial) juga tidak seintens sekarang,” umbar Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perludem.

Ia menilai, penyelenggaraan kali ini sangat menguras tenaga. Pemilu nasional serentak menggabungkan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) untuk pertama kalinya. Selain surat suara bertambah, proses rekapitulasi suara harus selesai maksimal 12 jam setelah pencoblosan ditutup. Artinya, para petugas harus bekerja 24 jam nonstop, mulai persiapan fisik TPS hingga rekapitulasi suara. “Dari sisi beban, jelas kondisi fisik tidak memungkinkan untuk seharian bekerja penuh,” sambungnya.

Kondisi itu ditambah lagi dengan suhu politik kian memanas, menegangkan, sekaligus mencemaskan. Hal itu tidak hanya dirasakan para peserta, tetapi juga penyelenggara.

Di sisi lain, Titi juga menyayangkan persiapan pemilu yang kurang matang. Menurutnya, pemilu nasional serentak terkesan trial and error. Kalau bagus, dilanjutkan, kalau tidak, ya, direvisi. Tidak hanya KPU dan Bawaslu, ia juga menyoroti MK yang kurang maksimal terhadap kontestasi tersebut.

Ia setuju jika dilakukan evaluasi. Menurutnya, harus ada pemisahan waktu antara pemilu nasional dan daerah. Pemilu nasional hanya memilih presiden/wakil presiden, DPR, dan DPD. Sementara untuk daerah, yaitu DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Demikian juga dengan konsep pemungutan suara. Dalam pandangannya, ia tak setuju dengan gagasan konsep e-voting. Mekanisme itu dinilai sudah banyak dilakukan negara lain. Tidak berhasil dan akhirnya kembali ke konvensional. Sebaliknya, Titi mendukung sistem e-recap sebagai model pemilu selanjutnya. “Tinggal konsep teknologinya seperti apa, itu yang harus dikaji bersama,” tukasnya.

Ketentuan menghelat pemilihan secara bersamaan ini tidak lepas dari putusan MK pada 23 Januari 2014. Kini, semua sudah dijalankan dan menyisakan masalah baru: waktu penghitungan yang lama dan banyaknya korban jatuh sakit atau wafat. Sekarang, muncul wacana mengubah sistem pemilu, mulai dari pemisahan nasional dan lokal hingga menerapkan voting elektronik (e-voting).

E-Voting

Soal wacana e-voting diungkap kader Partai Golkar Bambang Soesatyo. Bamsoet, sapaan akrabnya, mendorong DPR dan KPU melakukan evaluasi dan kajian mendalam terhadap pelaksanaan pemilu dan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ketua DPR RI itu mengusulkan formula baru untuk Pemilu 2024, yakni e-voting. “Sebab, dapat menghemat tenaga dan biaya hingga triliunan rupiah,” ujarnya.

Sumber: Detik

Sentuhan teknologi sejak di bilik suara akan menghapus keberadaan kotak suara, surat suara, tinta, petugas, saksi, dan pengawas di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Itu akan mempercepat penghitungan suara dan menghemat uang hingga triliunan rupiah. Masuknya Teknologi Informasi (TI) akan mengurangi kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM). Penghematan memang bukan hanya bisa dirasakan penyelenggara, tetapi juga peserta pemilu: capres dan cawapres, parpol, serta caleg.

KPU sendiri tidak terpaku pada satu metode pemilihan saja. Ada tiga opsi yang dibuka, yakni e-voting, e-counting, dan e-recap.

Sumber: Antara

Komisioner KPU Viryan Azis, lebih condong menggunakan e-counting. Alasannya, banyak petugas KPPS kelelahan karena proses penghitungan suara yang banyak. Bukan karena proses pencoblosan yang hanya berlangsung sekitar enam jam. Itu dilaksanakan pada pagi hingga siang hari.

“Pemungutan suaranya secara manual menggunakan surat suara, tetapi penghitungannya suaranya secara elektronik,” terangnya.

E-recap juga hampir mirip dengan e-counting. Jika mengikuti proses yang sekarang, proses rekapitulasinya dilakukan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Jadi, proses pencoblosan dan penghitungan di TPS tetap manual. Kesamaannya, proses penghitungan suara dilakukan oleh mesin.

Sementara, e-voting menyerahkan seluruh proses penyelenggaraan kepada sistem TI dan peralatan elektronik. Hanya proses administrasi awal kepada pemilih yang masih mengandalkan tenaga manusia. Viryan mengatakan, penggunaan teknologi akan membuat pemilu lebih efisien. “Kita perlu mempertimbangkan bagaimana (bentuk) alat,” tuturnya.

Keunikan dan Kebersamaan

Apa yang terjadi pada Pemilu 2019 sebenarnya bisa dihindari atau minimal dikurangi tanpa mengubah metode pemungutan suara ke e-voting. Syaratnya, semua tahapan persiapan tertata dengan baik. “Mendesain prosesnya tidak membebani, berbelit-belit, dan jelimet,” ujar Mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay. KPU tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Lembaga penyelenggara itu hanya menjalankan UU.

Nafis Gumay. Sumber: Media Indonesia

Hadar pun tak setuju dengan e-voting karena ada hal-hal yang menjadi keunikan dan nilai kebersamaan yang akan hilang. Setiap pemilihan, mulai dari kepala desa, kepala daerah, caleg, dan capres, masyarakat selalu hadir di TPS hingga selesai penghitungan. Mereka secara ramai-ramai menyaksikan penghitungan, kadang bersorak ketika nama jagoannya disebutkan. Secara tidak langsung, masyarakat ikut menjaga suara dan TPS dari kecurangan. “Semua orang bisa berpartisipasi dan terbuka,” ucapnya.

E-voting membuat kapasitas satu TPS meningkat. Efeknya, akan ada masyarakat yang TPS-nya jauh dari tempat tinggal. Lokasi TPS pun tidak bisa lagi di tanah atau lapangan terbuka karena adanya mesin yang harus steril dari segala gangguan, misal, hujan dan angin. Hadar lebih setuju pemilu ke depan menggunakan e-recap.

Ilustrasi Pemilu Digital. Sumber: Istimewa

Model e-recap bisa bermacam-macam. Di Fiji, proses pemilihan dan penghitungan di TPS masih manual. Namun, hasil penghitungan yang sudah disetujui panitia, pengawas, dan saksi, diketik ke dalam sistem oleh dua orang. Data yang dimasukkan harus sama, baru akan terkirim.

Di Ekuador, proses pemilihannya menghitamkan pilihan. Nanti, kertas suara yang sudah dihitamkan itu akan dimasukkan ke dalam mesin pemindai. Data itu langsung terkirim ke pusat tabulasi.

Titi Anggraini mengatakan, kebutuhan sekarang adalah teknologi pengadministrasian penghitungan suara. Tujuannya memotong mata rantai rekapitulasi. “Dokumen-dokumen itu (yang harus diisi oleh KPPS) yang membebani petugas,” ujarnya.

Masalahnya bukan itu saja, tetapi perlu ada pelatihan yang memadai kepada petugas KPPS. “Mereka bekerja sambil beradaptasi dengan aturan main,” kritiknya.

Sumber: JawaPos

Titi setuju dengan e-recap. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu mengatakan, sentuhan teknologi akan membuat peserta pemilu tidak memerlukan salinan C1–catatan hasil penghitungan suara di TPS. Melalui sistem TI yang dibangun, data yang dimasukkan akan terkirim ke pusat tabulasi nasional dan pusat data peserta pemilu.

Poin krusial lain adalah menentukan sistem TI yang akan digunakan. Jangan sampai yang terjadi vendor oriented. Hadar mengatakan, sistem yang diserahkan kepada penyuplai akan menimbulkan masalah. Salah satunya ketika dilakukan pengembangan sedikit saja pada perangkat lunaknya, KPU harus membayar lagi. “Bergantung pada penyuplai dan bisa dikerjain (terus),” ucapnya.

Ia menyarankan agar sistemnya dibangun bersama-sama dan diuji coba berkali-kali. Metode ini juga berfungsi untuk meningkatkan kepercayaan peserta pemilu dan masyarakat terhadap teknologi yang akan digunakan. Perangkat yang dibangun harus auditable. Jadi, ketika akan dicek, bisa dilakukan pembuktian atau paper trace. “Harus dibangun secara terbuka dan partisipatif,” pungkasnya.

#digital Opini Pemilu
Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp Email

Related Posts

Rantai Korupsi Tambang Nikel

Ironi Dunia Penerbangan Indonesia

Generasi Beta, Selamat Datang

Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

Sedang Tren

8 Tempat Berburu Takjil di Jakarta Saat Ramadhan

Ceknricek.com — Menjelang waktu berbuka puasa, berburu takjil menjadi salah satu tradisi yang paling dinantikan selama…

Bareskrim Tangkap Direktur Persiba Balikpapan Terkait Kasus Narkoba

March 10, 2025

Dialog Ramadan Lintas Agama: Puasa sebagai Sarana Menahan Diri dan Membangun Kebersamaan

March 10, 2025

Rantai Korupsi Tambang Nikel

March 10, 2025

Lady Gaga Bakal Gelar Konser di Singapura pada Mei 2025

March 10, 2025

Nikita Willy Bagikan Tips Tetap Bugar Saat Berpuasa

March 10, 2025

Hasil Liga Italia: Atalanta Permalukan Juventus 4-0

March 10, 2025

Ironi Dunia Penerbangan Indonesia

March 10, 2025
logo

Graha C&R, Jalan Penyelesaian Tomang IV Blok 85/21, Kav DKI Meruya Ilir, Jakarta Barat. redaksi@ceknricek.com | (021) 5859328

CEK & RICEK
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
575/DP-Verifikasi/K/X/2020

Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
© 2017-2025 Ceknricek.com Company. All rights reserved.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.