Ceknricek.com — Apakah Pemilu 2019 sebagai pemilu paling brutal, panas dan jauh dari jurdil alias curang? Biarkan rakyat yang menilai. Persoalannya, apa yang bisa diharapkan hasil dari pemilu yang seperti itu?.
Akhir pekan ini, Sabtu (20/4), Hashim Djojohadikusumo muncul di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta, dengan segepok data tentang kecurangan pemilu. Direktur Media dan Komunikasi BPN itu melansir ada 1.200 laporan tindakan kecurangan dalam Pemilu 2019. Laporan tersebut didapat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi dari seluruh wilayah Indonesia.
Laporan kecurangan tersebut sekitar pelanggaran di tempat pemungutan suara atau TPS yang sudah sampai ke tangan adik kandung Prabowo Subianto, calon presiden 02 itu. Direktur Relawan Badan Pemenangan, Ferry Mursyidan Baldan, bahkan punya data tambahan. Ia mengungkap, timnya baru saja menerima puluhan lagi yang berjumlah 61 laporan. Jadi jika ditotal semuanya, BPN menerima 1.261 laporan kecurangan, tambah Ferry.
Hashim berencana membawa data-data kecurangan itu ke KPU dan Bawaslu. BPN berharap ada tindakan tegas yang dilakukan oleh KPU maupun Bawaslu, harapnya.
Ferry menjabarkan tindakan-tindakan curang pemilu yang paling sering terjadi saat pencoblosan di TPS. Ada orang berpindah pemilih, berpindah tempat pilihan tanpa diikuti oleh surat A5, kemudian TPS yang terlambat, surat suara dobel,” ungkapnya.
Bukan hanya itu, Direktur Materi dan Debat BPN, Sudirman Said, menambahkan, BPN mencurigai peran Babinsa hingga peran polisi saat mengawal kotak suara di berbagai wilayah. BPN menduga pihak-pihak tersebut ikut melakukan tindakan curang saat mengamankan kotak suara.
“Babinsa jadi konsen kita. Selama ini dua institusi ini jadi partner baik, saling dukung, menunjang dan cek-cek. Tapi beredar cerita, Babinsa ditarik di berbagai tempat, diikuti cerita polisi bawa kotak suara ke gudang yang bukan tempat otoritatif,” tambah Sudirman.
Di berbagai daerah ada Babinsa yang biasa menjaga daerah itu namun ditarik dan digantikan oleh polisi untuk menjaga jalannya pemilu. Kejadian itu disebutnya terjadi di dua wilayah.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sendiri mengakui pemilu ini kali sangat banyak kecurangan. Laporan yang masuk dari 121.993 TPS, Bawaslu mendapati petugas KPPS di 4.589 tidak netral. Padahal total jumlah TPS sebanyak 809 ribu.
Sosiolog yang Rektor Universitas Ibnu Chaldun, Musni Umar, juga punya catatan khusus sejumlah kecurangan jauh sebelum pemilu digelar.
Ada dana Program Keluarga Harapan atau PKH Kementerian Sosial RI tahun 2019 sebesar Rp32,65 triliun yang diluncurkan menjelang Pemilu kepada keluarga sangat miskin. Dana itu menjadi alat kampanye karena mereka yang mendapat bantuan dana diwajibkan memilih 01 dalam Pemilu. Belum lagi, adanya penyalahgunaan anggaran bansos di kementerian. Juga penggunaan dana-dana di BUMN untuk money politics.
Dia juga menduga dana desa dan dana kelurahan tidak luput dijadikan alat kampanye untuk memenangkan petahana. Bahkan para kepala desa dari berbagai daerah didatangkan ke Jakarta dengan modus Bimbingan Teknis Dana Desa, tetapi dijadikan sarana penggalangan untuk menyukseskan petahana.
Pada saat pencoblosan di berbagai daerah marak kecurangan. Sebagai contoh, pembakaran 13 kotak suara di desa Koto Padang, Sumatera Barat. Contoh lain, di Balikpapan, Kalimantan Timur, kotak suara dibawa secara diam-diam ke hotel. Video peristiwa ini lumayan viral. Di Sampang, Madura, Jawa Timur, dua orang lelaki membawa kabur kotak suara. Untung saja mereka berhasil dibekuk polisi.
Proses yang Curang
Sudah sejak jauh-jauh hari para pengamat asing menengarai rezim Joko Widodo menggunakan cara-cara otoriter dan antidemokrasi untuk memenangkan pilpres.
Mari kita tengok bulan-bulan mendekati pemilu. Publik disuguhi kriminalisasi para ulama dan tokoh oposisi. Hukum berat sebelah dan berpihak. Publik juga merasakan kooptasi dan tekanan terhadap media massa. Belum lagi, adanya pengerahan aparat keamanan untuk menekan dan menggiring pemilih.