Ceknricek.com — PT Phapros Tbk. mengincar pasar luar negeri untuk memasarkan produk obat Tuberkulosis (TBC) buatannya. Anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) itu untuk pertama kalinya melakukan ekspor ke Benua Amerika Selatan, tepatnya ke Peru.
“Kami sudah cukup lama memproduksi obat TBC untuk dewasa dan juga anak. Kami difasilitasi Kementerian Luar Negeri untuk kerja sama Peru dengan Indonesia, sementara Phapros dengan Kementerian Kesehatan Peru,” kata Barokah Sri Utami, Direktur Utama PT Phapros Tbk. saat melepas truk ekspedisi di gudang produk jadi Phapros di Kawasan Industri Candi Semarang, Senin (28/10), seperti dilansir dari keterangan pers perusahaan.
Terkait alasan Peru sebagai tujuan ekspor, wanita yang akrab dipanggil Emmy itu menjelaskan Peru merupakan pasar potensial. Dari sisi demand atau permintaan, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization atau WHO), prevalensi kasus TBC di Peru merupakan yang tertinggi di wilayah Amerika dengan tingkat keberhasilan pengobatannya cenderung lambat hanya sekitar 1,5 persen per tahun.
Sementara dari sisi supply atau penawaran, saat ini perusahaan farmasi lokal di Peru belum ada yang bisa memproduksi obat TBC itu. Selain sebagai pasar potensial, Phapros juga berupaya membantu upaya pemerintah Peru untuk mengakhiri epidemi TBC dan penyakit menular lainnya di 2030. Hal ini dianggap sebagai pencapaian tersendiri bagi Phapros di tahun 2019.
“Total nilai ekspor ke Peru masih di bawah Rp5 miliar, namun di masa depan kami optimistis nilainya bisa lebih besar seiring dengan adanya proyek tender pemerintah negara setempat. Dengan upaya peningkatan ekspor ini, ke depannya kami juga berharap bisa menargetkan kontribusi ekspor dalam penjualan hingga di atas 5 persen,” ujar Emmy.
Sebelumnya, Phapros telah melakukan ekspor perdana ke Kamboja dengan mengirim 11 jenis produk yang di antaranya merupakan produk unggulan Pharpros seperti Antimo Group dan Dextamine.

“Kami terus memperkuat pasar dalam negeri dan juga ekspor. Saat ini sejumlah negara juga tengah mengajukan izin edar, agar produk dari Indonesia bisa masuk ke sana,” kata Emmy.
Baca Juga: Ini Daftar Obat Pengganti Ranitidin
Sekadar informasi, TBC adalah penyakit yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang ditemukan Robert Koch. Sebanyak 90 persen TB menyerang paru dengan tanda-tanda batuk lebih dari tiga minggu, demam, berat badan menurun, keringat malam, mudah lelah, nafsu makan hilang, nyeri dada, dan batuk darah.
“Indonesia sendiri, jumlah penderita TBC merupakan ketiga setelah India dan China. Permasalahannya banyak yang malu untuk ke dokter. Padahal obatnya gratis, bahkan ada bantuan transport agar penderita rajin ke Puskesmas. Yang pasti, TBC bisa disembuhkan dan akan lebih cepat jika dilakukan pengobatan sejak dini,” ucap Emmy.
Sebelumnya, mengacu keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, perusahaan dengan kode saham PEHA itu pada semester I 2019 telah membukukan penjualan bersih Rp552,1 miliar, naik Rp144,8 miliar atau sekitar 35,55 persen dari penjualan di semester I 2018.
Meski demikian, beban perusahaan juga mengalami peningkatan, yang membuat laba periode berjalan di semester I 2019 sebesar Rp47,94 miliar atau lebih rendah Rp4,8 miliar atau sekitar 9,06 persen dari laba periode berjalan di semester I 2018.
BACA JUGA: Cek AKTIVITAS KEPALA DAERAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini