Ceknricek.com–Percaturan politik di Indonesia nampaknya kian meriah. Bukan saja karena sekarang ini rakyat Indonesia telah memasuki “tahun politik” (yang puncaknya adalah Pilpres 24 Februari 2024), melainkan juga akan adanya keikutsertaan seorang “anak muda” yang dianggap masih bau kencur dalam pemilihan orang nomor satu di Indonesia itu – yakni putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, yang kini “baru” berusia 36 tahun. Yang telah dinobatkan sebagai “calon wakil presiden R.I.” mendampingi calon presiden tertua dalam pertarungan 24 Februari mendatang, Prabowo Subianto, yang tahun depan akan berusia 73 tahun.
Nama Gibran (Khalil Gibran/Khalil Jubran) jelas sudah mashur di hampir seantero dunia berkat karya-karya sastra dan filosofinya, yang terangkum dalam The Prophet alias Sang Nabi.Seniman dan sastrawan Lebanon-Amerika ini lihai dalam menggoreng kata-kata yang kemudian menjadi semacam filosofi pedoman kehidupan. Di antaranya adalah renungannya bahwa “kemarin hanyalah kenangan hari ini, dan esok adalah impian hari ini.”
Kita masih menantikan petuah-petuah sejenis dari sang Gibran Rakabuming Raka.
Kenapa?
Karena dia adalah calon wakil presiden termuda dalam sejarah Republik Indonesia. Dia mampu mengakibatkan UUD ’45 yang oleh banyak kalangan di Indonesia dianggap begitu sakral, sampai diamandemen oleh Mahkamah Konstitusi, yang karena putusannya itu kemudian dipelesetkan menjadi Mahkamah Keluarga, gegara kenyataan bahwa Ketua MK adalah “paman” Gibran dari alur bibinya yang merupakan isteri sang ketua Anwar Usman, ipar Presiden Joko Widodo. (Di Australia untuk mengamandemen sesuatu pasal dalam UUD-nya harus melalui referendum yang berliku, tidak hanya ditentukan oleh mayoritas langsung suara pemilih. Dan biasanya jarang-jarang referendum untuk mengamandemen UUD Australia direstui mayoritas rakyat pemilih, seperti yang terjadi tanggal 14 Oktober 2023 yang lalu setelah melalui masa kampanye yang cukup panjang).
Mungkin benar juga bahwa “politik adalah seni yang memungkinkan segalanya.” Dan kita juga tidak boleh anggap enteng terhadap seseorang yang karena usianya masih dianggap muda (sebelumnya UUD ’45 menetapkan batas usia 40 tahun bagi yang bercita-cita hendak menjadi calon presiden/wakil presiden).
Sejarah Inggris, misalnya, mengisahkan tentang seorang pemuda berusia 24 tahun (benar DUA PULUH EMPAT TAHUN!), yang sempat dua kali menjadi Perdana Menteri. Namanya William Pitt (the Younger – yang lebih muda), lahir tanggal 28 Mei 1759, dan ditunjuk oleh Raja George III dalam tahun 1783 (pada usia 24 tahun) sebagai perdana menteri, hanya dua tahun setelah ia menjadi anggota parlemen Inggris.
Sebelumnya, dia pernah menjadi Menko Ekonomi/Keuangan, meski ayahnya memilih agar putranya itu “sekolah di rumah” daripada di lembaga pendidikan umum yang resmi. Sebelum akhirnya menerima jabatan Perdana Menteri, William sempat 3 kali menolak tawaran untuk menjadi perdana menteri. Akhirnya ia tergoda juga ketika menerima tawaran yang ke-4.
Ternyata PM William Pitt – The Younger – tidak mengecewakan. Dia melakukan reformasi yang berhasil mengurangi hutang nasional yang bertumpuk dalam jumlah besar, gegara upaya penjajah Inggris waktu itu untuk meredam revolusi bangsa Amerika untuk memerdekakan diri dari penjajahan.
Dia juga menurunkan tarif, mengambil alih perusahaan East India (India Timur) dari tangan swasta, sekaligus melakukan retooling pemerintahan kolonial di India. (Retooling adalah istilah yang pernah sangat popular di era Orde Lama pimpinan Bung Karno).
Alhasil dalam soal prestasi William Pitt – The Younger – tidak perlu diragukan. Kecil-kecil cabai rawit. Dalam tahun 1801 dia mengundurkan diri karena usulnya agar umat Katolik di Inggris disetarakan dengan Umat Gereja Anglikan ditolak. Ia kemudian ditunjuk lagi sebagai Perdana Menteri dalam tahun 1804, namun hanya mampu bertahan sampai tahun 1806. Ia wafat dalam tahun 1806.
Tidak ada kehebohan tentang penunjukannya sebagai perdana menteri meski masih sangat muda usia. Sayangnya di Indonesia belum apa-apa sudah cukup banyak juga yang mencemaskan apakah presiden berikutnya dapat ditentukan lewat pemilihan langsung oleh rakyat ataukah harus ditentukan sebagai yang terpilih oleh Mahkamah Konstitusi?
Di Amerika Serikat sempat terjadi kegaduhan besar ketika calon Partai Republik sekaligus sebagai petahana, Donald Trump, tidak bersedia mengakui kemenangan lawannya calon presiden Partai Demokrat, Joe Biden, dalam pilpres tahun 2020.
Gegara tudingannya bahwa pilpres itu “telah dicuri” dari tangannya, sejumlah pendukungnya menggeruduk Gedung Capitol di ibukota Washington, yang dianggap sebagai Mahligai Demokrasi di Amerika, karena di situlah terdapat Dewan Perwakilan Rakyat (Kongres) dan Wisma Senat Amerika. Sejumlah korban jiwa jatuh.Sejumlah orang kemudian diadili dan dipenjarakan.
Sultan Mehmed II (dari Emporium Turki) merebut kota Constantinople pada tanggal 29 Mei 1453 dari tangan Emporium Byzantium setelah mengepungnya selama 55 hari. Constantinople kemudian diubah namanya menjadi Istanbul (mulanya ada usul agar nama Constantinople diubah menjadi Islambul, namun ternyata tidak populer). Dan Sultan yang memimpin pengepungan itu adalah Mehmet II (Mehmed), yang pada waktu itu baru berusia 21 tahun.
Ada hadits Rasulullah (saw) yang menyebut bahwa Constantinople niscaya akan jatuh ke tangan Muslim dan “penakluknya adalah seorang panglima yang luar biasa” (Mehmet II yang kemudian dikenal sebagai Mehmet Sang Penakluk).
Iskandar Agung (dari Makidonia/Yunani) baru berusia 23 tahun ketika ia resmi dianugerahi gelar Raja Persia.
Di India seseorang anggota parlemen (Majelis Rendah) yang telah berusia 25 tahun dapat menjadi perdana menteri. Kalau dia adalah anggota Majelis Tinggi India maka ia harus menunggu sampai usia 30 tahun. Sejauh ini belum ada perdana menteri India yang baru berusia 25 atau bahkan 30 tahun. Sabar karo, kata orang India, alias tunggu dulu Bung!
Lain halnya dalam sistem kerajaan alias monarki, dalam mana Putera raja/ratu berhak mewarisi mahkota orang tuanya. Umumnya seseorang anak/pewaris takhta yang mewarisi mahkota orang tuanya harus dibimbing oleh seorang wali pendamping/regent. Namun begitu sang pewaris takhta mencapai usia 18 tahun maka dia berhak menjadi raja.