Close Menu
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
Tentang Kami Kontak Kami
  • APP STORE
  • GOOGLE PLAY
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
CEK&RICEKCEK&RICEK
Trending:
  • Ahmad Dhani Ancam Bongkar Bukti Perselingkuhan Maia Estianty Jika Masih Bahas Masa Lalu
  • Bill Gates Terdepak dari 10 Besar Orang Terkaya Dunia
  • Operasi Patuh 2025 Serentak Digelar Mulai Senin
  • Gobel: Melindungi Konsumen akan Perkuat Industri dan Untungkan Negara
  • Justin Bieber Rilis Album Baru ‘Swag’
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
Home»Opini

Prabowo, Riwayatmu Kini : Dikira Maung, Taunya Meong

Opini January 14, 20248 Mins Read

Ceknricek.com–Setelah Prabowo mengeluarkan kata-kata tolol, goblok dan tukang hasut (lihat: nasional.tempo.co/amp/1820534/prabowo-singgung-tukang-hasut-setelah-sebelumnya-sebut-tolol-dan-goblok-buat-anies) kepada Anies Baswedan atau mengarah padanya, Prabowo kembali mengulangi kata-kata kasar melalui beberapa pepatah nenek moyang dihadapan pendukungnya. Diantara hujatan itu adalah pepatah “air susu dibalas dengan air tuba” dan
“Ada juga ajaran nenek moyang kita, hati-hati, anjing saja dikasih makan akan setia, manusia dikasih kebaikan dibalas dengan kedengkian saudara-saudara” (Lihat: amp.suara.com/kotaksuara/2024/01/13/135230/makna-3-pepatah-yang-diucapkan-prabowo-benarkah-untuk-singgung-anies). Meski untuk ejekan “anjing” ini Prabowo tidak berani langsung menyebutkan nama Anies, tapi tafsir yang berkembang ujaran kebencian itu dituduhkan pada Anies. Kenapa? Karena rangkaian kata-kata tersebut bermuara pada kemarahan Prabowo terhadap Anies dalam debat capres ketiga yang lalu.

Urusan isu kesetiaan ini diperkuat oleh beberapa petinggi Gerindra, seperti Fadli Zon dan Muzani, yang mengatakan bahwa Anies dibesarkan oleh Prabowo, namun tidak tahu membalas budi. Khususnya dalam kasus Anies didukung Gerindra untuk menjadi Cagub Jakarta.

Berkembangnya kebencian Prabowo dan petinggi pendukungnya semakin hari semakin liar. Padahal debat capres sudah selesai seminggu yang lalu. Bahkan, yang paling menghinakan adalah jika Anies dianggap lebih buruk dari anjing. Suatu hujatan yang sangat merendahkan.

Benarkah Anies lebih buruk dari anjing? Sehingga perlu merujuk pada pepatah tersebut?

Ada tiga hal yang perlu direnungkan rakyat Indonesia tentang penilaian tersebut. Pertama, saya dan Mohammad Jumhur Hidayat adalah pendukung Prabowo Subianto yang paling kecewa terhadap Prabowo. Pada 20-21 Mei 2019, tidak seorangpun berani mengambil tanggung jawab untuk memimpin demonstrasi besar-besaran di depan Bawaslu RI menolak kecurangan pilpres. Meskipun massa bergejolak, namun tanpa pemimpin demonstrasi, gerakan aksi tidak mungkin terjadi. Ketika itu ide membawa sengketa ke MK belum menjadi pilihan.

Rezim Jokowi saat itu menangkapi orang-orang, antara lain Eggy Sudjana, alm. Lieus Sungkharisma dan bahkan memeriksa Amien Rais atas tuduhan makar. Sebab yang dituduhkan adalah pidato-pidato seperti Eggy meneriakkan “people power” menolak hasil pemilu.

Jumhur Hidayat, atas keputusan rapat yang dihadiri antara lain Sobri Lubis, Habib Muchsin Al Atas, Ahmad Yani serta sebelumnya atas dorongan saya, bersedia menjadi pimpinan aksi. Saat itu memang hanya Jumhur yang berani. Semua ini adalah demi Prabowo Subianto agar hasil pemilu yang memenangkan Jokowi dianulir.

Pemanasan massa pendukung Prabowo dilakukan di sebuah markas di jalan Proklamasi. Untuk panggung pertama kali diresmikan, saya tampil memberikan orasi politik perlawanan. Hari demi hari, malam demi malam, massa mengumpul di sana. Semua ini merupakan persiapan ke arah demo besar 20-21 Mei 2019. Prabowo diharapkan akan berorasi pada tanggal 21/5/2019 di depan Bawaslu.

Resiko kematian, khususnya bagi Jumhur yang akan menjadi pemimpin demo 20-21 Mei, sangat besar. Karena, saat itu pasukan bersenjata telah memenuhi daerah Sudirman-Thamrin. Berbagai kawat berduri telah disiapkan aparat. Faktanya memang banyak korban pada rangkaian demonstrasi rakyat tersebut, termasuk korban kematian. Jumhur sendiri selamat karena menghentikan aksi pada pukul 6 sore. Kenapa? Khususnya karena Prabowo tidak jadi berorasi. Prabowo ternyata telah memutuskan perkara pilpres di bawa ke MK.

Kekecewaan saya, Jumhur, para ulama dan pendukung Prabowo saat itu berlandaskan bahwa seharusnya Prabowo tetap bersikap menolak hasil pilpres. Ternyata bukan saja Prabowo menolak, malah Prabowo melakukan deal politik kepada rezim Jokowi, yang sudah ditentangnya selama 5 tahun. Deal politik tersebut tidak bermusyawarah terlebih dahulu dengan para pendukungnya, khususnya kelompok “ijtima ulama” pimpinan Habib Rizieq.

Para pendukung Prabowo 2019 kemudian mulai jijik dengannya. Beberapa umpatan dikalangan itu terjadi, seperti “Dikira Maung, taunya Meong”, gelar si Timbul (meminjam istilah “timbul” tenggelam bersama rakyat dalam pidato Prabowo berapi-api di Hotel Sahid), dll.

Kedua, Prabowo dalam koalisinya dengan Jokowi tidak menunjukkan “leadership” yang tinggi serta tidak menunjukkan janji-janji kampanyenya pada tahun 2014 dan 2019. Diberbagai negara maju, pola hubungan kolaborasi dua kekuatan harusnya membagi “power”. Namun, Prabowo asyik sekali menjadi ” bawahan loyal” mantan rivalnya tersebut. Hal ini menjadikan eksistensi pendukungnya menjadi rendah di mata pendukung Jokowi.

Bagi saya dan Jumhur Hidayat yang membuat kami bersumpah untuk tidak pernah mendukung Prabowo adalah soal menjaga demokrasi. Pada saat saya dan Jumhur ditangkap dan dipenjara oleh rezim Jokowi dalam kasus mengkritik RUU Omnibus Law Ciptaker, 2020, seharusnya Prabowo mengingatkan Jokowi bahwa kritik itu dibolehkan. Namun, seperti tidak pernah saling terkait, baik Prabowo maupun partainya tidak sama sekali menyatakan kepedulian.

Bahkan, dalam kasus UU Omnibus Law Ciptaker, di mana kaum kapitalis akan seenaknya mendominasi pengeksploitasian sumber daya nasional bertentangan dengan isi buku Prabowo, Paradoks Indonesia. Buku yang dipuja-puja Prabowo itu adalah buku yang mengkritik kapitalisme. Mengapa ketika saya dan Jumhur ditangkap karena anti kapitalisme Prabowo diam?

Ketiga, Dalam kasus kekerasan yang memakan korban jiwa, terkait aksi 20-21 Mei 2019, justru Anies Baswedan yang secara lantang mengunjungi rumah sakit-rumah sakit di mana korban dirawat. Yang paling menghebohkan terutama ketika Anies membocorkan kepada media adanya korban tewas saat itu. Sesuatu yang menurut pemerintah masih rahasia.

Pada saat saya dan Jumhur di penjara, Anies Baswedan membantu kecukupan kehidupan keluarga kami. Anies membantu projek air bersih milik Jumhur dan membantu saya tetap tidak dipecat di anak perusahaan DKI.

Tentu saja hubungan saya dan Anies bukan sebuah transaksional,  di mana Anies membalas dukungan saya atau saya membalas untuk mendukung dia pada sebuah kontestasi. Hubungan ini adalah hubungan 30 an tahun sejak era Orde Baru, kesamaan sebuah cita-cita, memuliakan bangsa kita.

Apakah Anies bisa diilustrasikan seperti  anjing?

Saling dukung mendukung dalam politik adalah hal biasa. Apalagi dukung mendukung itu untuk tujuan yang ditentukan, seperti antara Anies dan Prabowo dalam merebut kepemimpinan di Jakarta, 2017.

Pada tahun 2017 tentu saja Anies didukung Gerindra. Namun, Gerindra tentu mendukung Anies karena kader Gerindra hanya punya kemampuan untuk menjadi wakil gubernur. Padahal, Gerindra ingin sekali mendukung kader sendiri, yakni Sandiaga Uno, menjadi cagub saat itu. Sebagai mantan menteri dan popularitas sangat tinggi, Anies dibutuhkan untuk memenangkan pertarungan di Jakarta. Apalagi menghadapi Ahok yang didukung penuh Jokowi.Sebagai pola “power-sharing” yang adil, tentu saja Gerindra mendapatkan jabatan Wakil Gubernur. Gubernur sendiri “dimiliki” koalisi parpol pendukung yakni Gerindra, PKS dan PAN.

Aksi saling dukung antara Prabowo dan Anies mirip dengan saling dukung antara Habib Rizieq dkk kepada Prabowo. Umat Islam yang beroposisi terhadap Jokowi sejak awal, pilgub DKI 2012, berkepentingan berpihak pada Prabowo pada tahun 2014. Begitu juga 2019. Prabowo yang suaranya kecil, 4,5% dan tidak diperhitungkan dalam kancah capres melihat peluang besar dukungan umat Islam. Sebelumnya di mata kaum nasionalis, Prabowo hanya pantas jadi cawapres saja.

Sejak dua kali didukung umat Islam, vis-a-vis dengan kelompok nasionalis, suara Prabowo meningkat tajam. Partai Gerindra yang merupakan partai gurem menjadi partai besar, naik dari 4,5% (2009) menjadi 11,81 (2014) dan terakhir menjadi 13,58% (2019). Prabowo sendiri menjadi tokoh besar sebagai capres. Tanpa dukungan ulama dan tema kontras identitas (tentunya disadari Prabowo), pastinya Prabowo dan partainya bernasib buruk.

Dengan dasar saling mendukung antara Prabowo dan Anies tentu saja Prabowo tidak boleh menuduh Anies tidak tahu membalas budi. Hal ini menjadikan dasar pula bahwa tidak pantas, jika dan hanya jika benar, Prabowo mengambil pepatah anjing itu untuk menilai Anies.

Soal lainnya, kata-kata cinta tanah air, yang sering dilontarkan Prabowo, sifatnya perlu diuji publik. Ada satu fase Prabowo dianggap (sekali lagi dianggap) melanggar HAM dan nir-etika sehingga dipecat dari tentara. Namun, ada kalanya Prabowo dipuja-puji sebagai capres. Namun, menuding Anies kurang cinta tanah air juga tidak pantas. Sebab, secara keturunan, Anies dilahirkan oleh pejuang yang belum pernah memberontak terhadap negara. Sebaliknya, Prabowo dilahirkan oleh Sumitro yang pernah dianggap melakukan pemberontakan terhadap pemerintah. (lihat: historia.id/amp/politik/articles/dugaan-korupsi-menteri-sumitro-6mmZw). Jadi tafsir cinta tanah air masih dapat diperdebatkan secara relatif oleh mereka berdua sebagai keturunan pejuang bangsa.

Penutup

Pepatah anjing lebih setia yang dilontarkan Prabowo kemarin di Babel, dapat ditafsirkan mengarah ke Anies. Karena sebelumnya Anies disebut goblok dan tolol. Juga penghasut.

Meski Prabowo tidak berani menyebutkan pepatah itu ditujukan kepada Anies, namun rakyat perlu dikabarkan bahwa Anies tidaklah seperti itu. Mengungkit hutang budi terlalu naif dalam politik, apalagi terhadap Anies.

Prabowo mendukung Anies di Jakarta karena Gerindra tidak punya calon yang pantas menjadi gubernur saat itu. Kemampuan Gerindra hanya sebatas mencalonkan wakil saja.  

Begitu juga Prabowo yang partainya menjadi besar karena didukung ulama, dari partai gurem, menjadi partai besar, juga sebuah aksi saling dukung saja. Saat itu memang banyak ulama, khususnya barisan Habib Rizieq, bermusuhan dengan rezim Jokowi. Sehingga ketika Prabowo lenggang kangkung meninggalkan pendukungnya, para ulama tidak bisa berkata-kata.

Oleh karena itu, pertarungan politik antara Anies dan Prabowo ke depan harus diletakkan sebagai pertarungan tanpa beban sejarah. Debat dan format debat yang diatur KPU harus dianggap sebagai acuan yang wajar dalam menunjukkan kemampuan logika, dialektika dan retorika. Jika ada yang tidak wajar, KPU dan Bawaslu diminta untuk mengevaluasi dan menilainya. Namun, membuat kemarahan dan hujatan di luar panggung debat tentunya menjadi kurang produktif.

Demi kompetisi yang produktif, kata-kata penghinaan “pepatah anjing”, selain tolol dan  goblok, yang ditujukan pada Anies, haruslah dihentikan. Itu sudah di luar kepantasan seorang yang berambisi menjadi calon pemimpin bangsa.

#Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle

#Gerindra #politik #Prabowo
Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp Email

Related Posts

Seratus Tahun Mahathir

Tempat Jatuh Lagi Dikenang….

Siwak Sikat Bau Mulut

Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

Sedang Tren

Ahmad Dhani Ancam Bongkar Bukti Perselingkuhan Maia Estianty Jika Masih Bahas Masa Lalu

Ahmad Dhani buka suara soal masa lalunya dengan Maia Estianty.

Bill Gates Terdepak dari 10 Besar Orang Terkaya Dunia

July 11, 2025

Operasi Patuh 2025 Serentak Digelar Mulai Senin

July 11, 2025

Gobel: Melindungi Konsumen akan Perkuat Industri dan Untungkan Negara

July 11, 2025

Justin Bieber Rilis Album Baru ‘Swag’

July 11, 2025

G-Dragon Batalkan Jadwal Konser Übermensch di Bangkok

July 11, 2025

Indra Sjafri Resmi Jadi Plt Direktur Teknik PSSI

July 11, 2025

Astra Masih Merajai Industri Otomotif di Semester Pertama 2025

July 11, 2025
logo

Graha C&R, Jalan Penyelesaian Tomang IV Blok 85/21, Kav DKI Meruya Ilir, Jakarta Barat. redaksi@ceknricek.com | (021) 5859328

CEK & RICEK
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
575/DP-Verifikasi/K/X/2020

Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
© 2017-2025 Ceknricek.com Company. All rights reserved.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.