Oleh: Marah Sakti Siregar
Jakarta, ceknricek.com – TOKOH perempuan dengan beragam status, Ratna Sarumpaet, 70, akhirnya mengaku bersalah telah membuat hoax. “Saya mohon maaf kepada Pak Prabowo Subianto yang kemarin secara tulus membela kebohongan yang saya buat. Saya juga meminta maaf kepada teman-teman seperjuangan di koalisi 02 (koalisi capres Prabowo-Sandi). Juga pihak kepolisian.
Saya telah membuat kalian marah,” kata Seniwati, budayawati, aktifis teater-film, aktifis politik prodemokrasi dan kemanusiaan itu, disertai isak tangis, Rabu siang (3/10/18) di rumahnya. Ia sengaja mengundang awak pers ke rumahnya, yang juga menjadi markas kegiatan seninya: Sanggar Satu Merah Panggung, di daerah Kampung Melayu Kecil, Jakarta.
Hari itu Ratna mengklarifikasi informasi yang sebelumnya viral di media sosial. Bahwa dia sebagai anggota Tim Pemenangan Capres Prabowo-Sandi telah menjadi korban pemukulan dan pengeroyokan di Bandar Udara Hussein Sastranegara, Bandung. Dilengkapi dengan foto wajahnya yang sembab dan bengkak, Ratna disebutkan digebuki beberapa orang tak dikenalnya hingga babak belur di sebuah taksi. Lalu, dibuang atau didorong keluar dari taksi di jalanan. Ratna, tambah informasi itu lagi, berhasil menyelamatkan diri dan kemudian ditolong oleh temannya yang juga seorang dokter. Informasi yang viral ini langsung menyengat pro-kontra para pegiat media sosial.
Tak kurang, Prabowo Subianto dan Tim Inti Capres No 2 yang mengaku telah bertemu Ratna Sarumpaet, langsung mengecam keras tindak penganiayaan itu. “Ini aksi kekerasaan berupa penganiayaan yang sangat kejam. Dan tindakan itu dilakukan kepada seorang perempuan salah satu ketua Badan Pemenangan Pilpres kami, yakni, Ibu Ratna Sarumpaet yang sudah berusia 70 tahun,” ujar Prabowo. Dia dan timnya bermaksud akan menindaklanjuti kasus itu, antara lain dengan segera menemui Kapolri Tito Karnavian guna mendesak agar kasus tersebut segera bisa diusut sampai tuntas.
Polemik pro-kontra atas informasi panas penganiayaan Ratna Sarumpaet itu kemudian memang meruyak di medsos. Pendukung dan yang bersimpati pada Ratna, aktivis kemanusian dan penulis naskah teater pementasan : Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah, pada tahun 1994 itu, mengecam aksi pemukulan tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan biadab. Sedangkan sebagian lainnya, terutama para pendukung Capres Jokowi-Ma’ruf meragukan kebenaran informasi itu. Antara lain, karena mereka melihat beberapa kejanggalan. Misalnya, kok tokoh aktivis sekelas Ratna Rarumpaet yang selama ini dikenal garang dan tak kenal takut, kali ini tidak bersuara. Alasan Ratna mengalami trauma kurang bisa diterima. Apalagi, kok dia juga tidak melaporkan kejadian itu pada polisi padahal kejadian sudah cukup lama, disebutkan tanggal 21 September 2018.
Begitulah. Di tengah ramainya pro-kontra, hanya sehari berselang, muncul informasi bantahan berupa rilis dari pihak kepolisian. Secara resmi, Direktur Reserse dan Kriminalitas Umum Kombes. Pol. Dr. Nico Afinta Karo-Karo, S.I.K., S.H., M.H, tampil ke publik dan menyatakan kepada awak media bahwa dari hasil penelusuran Bareskrim dan Polda Jabar, tidak ditemukan bukti dan saksi yang mendukung informasi bahwa Ratna Sarumpaet telah dianiaya di Bandara Hussein Sastranegara, Bandung pada tanggal 21 September 2018.
“ Kami dapat memastikan bahwa Ibu Ratna Sarumpaet tidak pernah dirawat di rumah sakit mana pun di Bandung. Pertemuan Internasional yang disebutkan diadakan di Bandung juga tidak pernah ada. Yang kami dapatkan keterangan dan itu dari Rumah Sakit Bina Estetika di Menteng, Jakarta, adalah Bu Ratna Sarumpaet menjalani perobatan di rumah sakit itu, “ kata Kombes Nico Afinfa.
Polisi dalam rilisnya juga menyertakan rekaman gambar CCTV di RS Bina Estetika yang memperlihatkan Ratna Sarumpaet dan seorang perempuan berkerundung sedang berada di rumah sakit tersebut. Data dari rumah sakit itu bahkan menyebutkan Ketua Ratna Sarumpaet Crisis Center (RSCC) itu mendaftarkan diri untuk menjalani perobatan sehari sebelumnya. Yakni, pada tanggal 20 Septermber 2018. Fakta yang disiarkan pihak kepolisian itu agaknya benar-benar memojokkan Ratna yang sebelumnya secara terbatas menginformasikan kepada awak media tentang penganiayaan dirinya.
Nyatanya kemudian, semua informasi itu diakui Ratna dalam konfrensi pers, sebagai hoax. Dengan ekspresi tampak menyesal, dia juga mengakui memang menjalani operasi plastik untuk memoles wajahnya. Pengakuan singkat dan jujur itu betapa pun, harus diakui telah memukul balik secara telak Ratna secara pribadi dan juga kubu capres Prabowo-Sandi. Padahal, sebelumnya, kubu ini seperti sudah mengambil ancang-ancang mau menjadikan kasus sebagai senjata untuk mendapatkan simpati dan dukungan rakyat.
Kini, keadaan malah berbalik. Reputasi Ratna—perempuan Batak kelahiran Tarutung 16 Juli 1948 yang dibangunnya dengan susah payah selama puluhan tahun, terancam runtuh. Dia malah terancam akan digugat ke pengadilan karena tuduhan menyiarkan berita hoax. Yang ikut disesali Ratna juga adalah, akibat aksi cerobohnya itu. Bakal berdampak pada kubu capres Prabowo-Sandi yang amat diharapkannya bisa menggantikan rezim pemerintahan Jokowi yang sering dikritik dan dikecamnya. Hampir semua petinggi kubu itu ikut merasa terpukul akibat aksi kebohongan Ratna tersebut.
Sebaliknya, kubu capres Jokowi-Ma’ruf tak diragukan lagi, bisa menarik nafas lega. Satu sandungan akhirnyab bisa ditepis. Dan mereka pun boleh makin optimistik bakal merebut lebih banyak lagi suara rakyat.