Ceknricek.com — Suatu ketika saya mengirim gambar kepada Gubernur DKI waktu itu Anies Rasyid Baswedan. Gambar itu antrian truk tanah yang lalu Lalang di jalan Raya Serang dan masuk ke Pintu Tol Bitung dan keluar Pintu Tol Tangerang. Bahkan antrian truk itu sering parkir dulu di pinggir jalan Raya Serang atau di pinggir jalan tol. Pamandangan ini sudah seperti biasa saja. Apakah aparat tahu? Masa sih tidak tahu. Lah itu kasat mata.
“Pak Gub kok itu truk tanah tiap hari masih antri. Bukankah reklamasi sudah dihentikan?” tanya saya ke Pak Gubernur DKI saat itu setelah mengirim foto.
“Sebentar saya cek Kang Nur (Nurjaman Mochtar)” Jawab Pak Gubernur DKI. Tidak lama Pak Gubernur DKI menjawab.
“Itu wilayah Tangerang Banten Kang Nur bukan DKI Jakarta,” Jawab Pak Gubernur.
“Yakin?” Saya mencoba meyakinkan.
“Haqqul yakin Kang Nur. Saya sudah cek sampai ke orang lapangan,” Jawab Pak Gubernur meyakinkan.
Mengapa saya meragukan. Karena saya tidak percaya. Kok pengusaha tidak belajar dari reklamasi teluk Jakarta. Waktu itu saya hanya sampai merenung dan berpikir. Berarti ada bom waktu nih di Tangerang Banten. Suatu saat mesti terbongkar nih apa yang terjadi di Pantai Tangerang Banten. Atau reklamasi di Tangerang Banten sudah memenuhi prosedur karena belajar dari reklamasi Pantai Jakarta. Ini yang berkecamuk di pikiran saya setiap melihat antrian truk itu.
Ternyata bom waktu itu berupa pemagaran laut Tangerang sejauh 30 kilometer lebih. Laut-laut sudah di kavling-kavling oleh pengusaha. Bahkan sudah menjadi ratusan sertifikat tanah. Tadinya pagar-pagar laut ini diakui warga sebagai swadaya Masyarakat. Bahkan ada seorang buzzer terkenal yang menggiring pagar-pagar ini sebagai swadaya masayarakat. Tapi lama-lama terkuak juga siapa pembuat pagar-pagar laut itu. Bahkan ditemukan sertifikat-sertikat tanah untuk hasil reklamasi itu. Jadi sudah ada tata ruangnya. Padahal masih berupa laut-laut yang dipagari.
Nah ini bedanya dengan reklamasi Jakarta waktu itu. Tata ruangnya belum ada. Izin Gebernurnya pun belum ada. Sehingga reklamasi ini cacat prosedur. Sehingga dihentikan oleh Gubernur Anies saat itu. Sempat ramai juga masalah reklamasi Jakarta ini. Terjadi polemik antara Menko Investasi dan Kelautan dengan Gubernur DKI.
Peraturan, paling teknis, yang mengatur reklamasi adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tahun 2019 tentang izin reklamasi. Tentu saja peraturan Menteri Kelautaan ini mengacu pada peraturan-peraturan yang lebih tinggi seperti Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang tentang pengaturan wilayah pesisir. Nah bagaimana aturan main yang terjadi dari Kawasan yang disebut sebagai reklamasi PIK 2 ini.
Ternyata, menurut Peraturan Menteri ini, reklamasi hanya boleh dilakukan untuk Pelabuhan, Penambangan, dan pemulihan Kawasan konservasi hutan. Nah di sini nih celah reklamasi Tangerang Banten itu dilakukan. Kalau melihat syarat di atas Reklamasi Tangerang Banten, tentu saja, tidak memenuhi syarat. Lah kok bisa.
Rupanya ada ayat berikutnya yang memberikan pengeculian kepada kawasan yang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional atau PSN yang ditetapkan oleh Presden. Jadi dasar dari reklamasi Banten ini adalah Peraturan Presiden yang menetapkan proyek PIK 2 (Pantai Indah Kapuk 2) sebagai PSN. Nah berdasarkan Peraturan Menteri ini maka rekomendasi pelaksanaan reklamasi PSN dikeluarkan oleh Kementrian Kelautan.
Jadi untuk menguji keabsahan reklamasi Tangerang Banten ini harus dilihat dari Perpres tentang PSN dan rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan atau KKP. Jangan-jangan reklamasi Tangerang Banten ini memang sudah comply dengan kedua aturan ini. Ini yang harus dipertanyakan. Bahkan belakangan diketahui ada yang sudah bayar Pajak Bumi dan Bangunan segala ke Kabupaten Tangerang. Parahnya lagi sertifikat dari kavling laut ini ada yang sudah diagunkan segala. Bank mana yang menerima agunan dari kavling laut ini. Ini soal baru.
Izin Kawasan reklamasi dikeluarkan oleh Gubernur atas rekomendasi dari Menteri KKP. Nah kalau melihat sudah lengkapnya tata ruang bahkan sudah ada sertifikatnya segala mestinya izin Gubernur ini sudah ada. Badan Pertanahan Nasional atau BPN tidak mungkin berani mengeluarkan sertifikat itu kalau tidak ada izin dari Gubernur. Atau memang Menteri KKP merasa tidak pernah mengeluarkan rekomendasi sehingga Menteri Kelautan termasuk yang melakukan aksi pencabutan pagar laut itu.
Kalau Menteri KKP tidak pernah mengerluarkan rekomendasi berarti kesalahan ada di Gubernur. Kalau Gubernur merasa tidak mengeluarkan izin dan sertifikat tanah yang masih laut itu tetap keluar. Maka Badan Pertanahan Nasional atau BPN yang bersoal. Tinggal telusuri saja mana yang tidak comply dengan peraturan. Menteri KKP, Gubernur, atau BPN. Kecurigaan paling akhir apakah sertifikat itu asli tapi palsu alias aspal. Monggo ketiga instansi itu harus saling koreksi. Instansi mana yang tidak komply terhadap peraturan. Bertanggung jawab lah.
Nah sekarang bagaimana penetapan Kawasan PIK 2 sebagai PSN ini dilakukan. Karena dari sinilah asal muasal perizinan ini.
Tujuan penetapan PSN itu memang sangat ideal. PSN merupakan proyek yang memiliki nilai investasi dan berdampak ekonomi luas seperti sektor jalan, energi, Pelabuhan, kereta api, bandar udara, bendungan, energi, listrik, Kesehatan dan telekomunikasi.
PIK 2 memiliki nilai investasi sekitar Rp39 triliun dan diharapkan dapat menyerap tenaga kerja 6.235 orang dan 13.550 tenaga kerja sebagai dampak ikutannya. Jadi Proyek Strategis Nasional PIK 2 ini memiliki perencanaan, secara ekonomi, yang cukup terperinci. Tapi ini semua memerlukan audit. Betulkah prosedur penetapan sebuah Kawasan itu menjadi PSN. Perlu dirunut lagi proses penetapan PSN untuk PIK2 ini. Betulkah Presiden mengeluarkan penetapan PIK2 sebagai PSN sudah sesuai prosedur. Ini harus ditelusuri mulai dari pengajuan penetapan PSN oleh Menko Perekonomian. Tapi ada hal yang lebih penting dari itu semua. Buat siapakah perumahan hasil reklamasi itu dibuat?
Termnyata reklamasi ini dilakukan di berbagai tempat. Kemana rumah-rumah hasil reklamasi ini dijual. Disinyalir rumah-rumah ini dijual kepada investor asing semua. Bahkan iklan penjualannya pun hanya ditemukan di luar negeri seperti Hongkong. Jadi bisakah negara melakukan audit ulang terhadap proyek-proyek reklamasi di seluruh negeri. Dibuat tim independent yang benar-benar bebas dari kepentingan. Bisa melibatkan orang-orang kampus ternama. Mari belajarlah dari Singapura.