Ceknricek.com — Ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendatangi gedung DPR RI di Jakarta, Senin (20/1). Mereka turun ke jalan untuk menyampaikan penolakannya terhadap omnibus law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Presiden KSPI yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Said Iqbal, mengatakan pada dasarnya kaum buruh setuju dengan investasi. Namun, mereka dipastikan akan melakukan perlawanan, jika demi investasi kesejahteraan dan masa depan kaum buruh dikorbankan.
“Omnibus law bukan cara terbaik untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Sebaliknya, omnibus law merupakan cara terbaik untuk menghancurkan kesejahteraan para pekerja,” ungkapnya dalam keterangan resmi.
Berdasarkan pernyataan Menteri Perekonomian, Menteri perindustrian dan Menteri Ketenagakerjaan, KSPI mencatat, setidaknya ada 6 hal terkait omnibus law yang merugikan kaum buruh.
Pertama, omnibus law akan menghilangkan upah minimum sehingga mempengaruhi kesejahteraan para buruh. Hal ini terlihat dari keinginan pemerintah yang hendak menerapkan sistem upah per jam. Dengan kata lain, pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam seminggu, maka upahnya otomatis akan di bawah upah minimum.
“Upah per jam adalah mekanisme untuk menghilangkan upah minimum. Karena ke depan akan banyak perusahaan yang mempekerjakan buruhnya hanya beberapa jam dalam sehari,” ungkapnya.

Kedua, pihaknya menilai omnibus law akan mengurangi nilai pesangon. Hal itu berdasarkan pernyataan Menko Perekonomian yang menggunakan istilah baru dalam omnibus law, yakni tunjangan PHK yang besarnya mencapai 6 bulan upah.
“Dengan kata lain, pesangon yang sudah diatur dengan baik di dalam UU 13/2003 justru akan dihilangkan dan digantikan dengan istilah baru, tunjangan PHK yang hanya 6 bulan upah. Padahal sebelumnya, buruh berhak mendapatkan minimal 16 bulan upah hingga maksimal 33,3 bulan upah bila mendapatkan dua kalinya,” kata Said Iqbal.
Baca Juga: Omnibus Law, Gagasan Menyesatkan Presiden
Hal berikutnya yang menjadi tuntutan terkait fleksibilitas pasar kerja atau penggunaan outsourcing bebas tanpa batas dan buruh kontrak diperluas. Fleksibilitas pasar kerja menurut Said, tidak ada kepastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap (PKWTT). Dalam hal ini, outsourcing dibebaskan di semua lini produksi.
“Jika di UU 13/2003 outsourcing hanya dibatasi pada 5 jenis pekerjaan, nampaknya ke depan semua jenis pekerjaan bisa di outsourcing-kan. Jika ini terjadi, masa depan buruh tidak jelas,” kata Said.
Keempat, terkait lapangan pekerjaan yang tersedia akan berpotensi diisi tenaga kerja asing (TKA) unskilled workers. Menurut dia, dalam UU 13/2003, penggunaan TKA harus memenuhi beberapa persyaratan yang sudah diatur. Namun sayangnya, dalam omnibus law ada wacana, semua persyaratan tadi dihapus. Sehingga TKA bisa bebas bekerja di Indonesia baik yang skilled workers maupun yang unskill.
Hal itu, tentu saja akan mengancam ketersediaan lapangan kerja untuk orang Indonesia. Karena pekerjaan yang mestinya bisa ditempati oleh orang lokal diisi oleh TKA.
Sementara terkait jaminan sosial, KPSI menilai adanya omnibus law bisa mengancam hilangnya jaminan sosial tersebut. Hal ini akibat dari adanya sistem kerja yang fleksibel. Sebagaimana diketahui untuk bisa mendapat jaminan pensiun dan jaminan hari tua, maka harus ada kepastian pekerjaan.
“Bagaimana mau mendapatkan jaminan pensiun, jika pekerja setiap tahun berpindah pekerjaaan dan hanya mendapatkan upah selama beberapa jam saja dalam sehari yang besarnya di bawah upah minimum?” terangnya.
Poin terakhir, yang dituntut bahwa dalam omnibus law terdapat wacana untuk menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha. Sementara dalam UU 13/2003, ada sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak membayar hak-hak buruh.
“Sebagai contoh, pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum, bisa dipenjara selama 1 hingga 4 tahun. Jika sanksi pidana ini dihilangkan, bisa jadi pengusaha akan seenaknya membayar upah buruh lebih rendah dari upah minimum,” jelas Said.
Diungkapkannya, bahwa dalam mencermati wacana omnibus law, tidak sulit untuk menyimpulkan bahwa ini adalah bagian untuk menghilangkan kesejahteraan para pekerja. Oleh karena itu, Said mengatakan ini bukan hanya permasalahan pekerja saja tetapi juga permasalahan seluruh rakyat Indonesia.
BACA JUGA: Cek LINGKUNGAN HIDUP, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.