Ceknricek.com – MUHAMMAD RIZKI SAPUTRA hilang keseimbangan. Gelombang massa yang saling dorong menjadikannya limbung. Pegangan tangan ibunya lepas. Bocah sepuluh tahun itu terseret dan terinjak. Kupon sembako berwarna biru, yang sejak tadi dipegangnya, juga lepas. Komariah menemukan anaknya tidak berdaya. Dia panik dan minta tolong pada panitia, namun tidak satu pun peduli. Orang-orang tenggelam dalam hiruk-pikuk dan kesibukannya sendiri.
Sehari setelah dirawat di Rumah Sakit Tarakan, Rizki meninggal. Dan, ia tidak sendiri. Mahesha Janaedi (12) juga meninggal. Pembagian sembako gratis — yang diselenggarakan Forum Untukmu Indonesia — di Monas, Sabtu (28/4) itu, berakhir tragedi. Ratusan ribu orang berdesakan, saling dorong, untuk mendapatkan sekilo beras, minyak goreng, dan mie instan. Pesta Rakyat itu berubah jadi nestapa.
(Baca : Polisi Bentuk Tim Gabungan Tragedi Monas)
Himpitan hidup mengantarkan Rizki dan ibunya Komariah — yang tinggal di rumah kontrakan sempit di RT 12 RW XIII Pademangan, Jakarta Utara— menjemput rezeki sembako di Monas. Komariah berjuang untuk menghidupkan empat anaknya dalam kondisi ekonomi yang semakin sulit. Suaminya wafat delapan bulan lalu karena tumor paru.
Rizki sungguh tidak berdaya. Kemiskinan, yang melillit mereka dan sebagian rakyat, tidak saja diangga suatu yang biasa, tapi juga berubah menjadi angka-angka. Dalam berbagai acara sosial maupun politik, mereka seperti hitungan angka dari jumlah kupon gratis yang disebarkan atau nasi bungkus yang disiapkan. Ketika panitia memerlukan seratus ribu orang, maka siapkan kupon dalam jumlah sama atau mungkin lebih sedikit. Betapa memilukan.
Pembagian sembako gratis, tentu baik untuk seketika, namun ini tidak memecahkan persoalan serius bangsa ini, yakni kemiskinan. Pemberian sembako atau bingkisan, ibarat memberi ikan untuk sekali makan, bukan memberi kail untuk kehidupan mereka lebih baik. Dan, pemberi ikan mungkin saja menikmatinya sebagai pertunjukkan.
(Baca : Kesaksian Nonoy Kurniati : Pemilik Kontrakan yang ditempati Ibu Korban)
Pengurangan angka kemiskinan sering sekali indah disuarakan dalam janji-janji kampanye politik. Warga miskin dikerahkan dengan bus-bus dalam jumlah banyak dan mereka diminta memberikan dukungan, setelah itu dilupakan. Mereka didekati bukan untuk dibantu, tapi untuk kepentingan saat itu.
Rizki korban Tragedi Monas, bukan angka dalam kupon gratis atau angka dalam statistik. Bocah dari keluarga tidak berdaya, yang berjuang dan berdesakan untuk mendapatkan sembako, yang nanti dipersembahkan kepada ibunya.
Keluarga miskin, seperti Rizki Saputra, puluhan juta jumlahnya. Mereka ada di sekitar kita, berkali-kali mengetuk dinding hati kita.