Ceknricek.com — Saksi ahli IT Marsudi Wahyu Kisworo menjelaskan sejarah evolusi Situng, saat bersaksi di sidang lanjutan gugatan Pilpres 2019, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (20/6). “Situng pertama kali dibuat itu 2004 waktu dibuat hanya untuk tampilkan C1 saja tak ada angkanya,” kata dia.
Marsudi menambahkan, setelah 2004, lima tahun kemudian (2009) Situng di-upgrade sehingga membuat angka total. Situng berevolusi lagi tahun 2019 dengan menampilkan angka per TPS-nya.
Marsudi menambahkan, sarana transparansi di situng itu adalah scan dari C1, bukan di angka-angkanya karena yang sah ditandantangani itu di formulir C1-nya yang dientri,” ungkap Marsudi.
Tak Bisa Diakses Publik
Menurut Marsudi, Situng hanya satu dari 19 aplikasi sistem pemilu yang dirancang arsitekturnya pada 2003 lalu. Waktu dirancang dulu dan keadaan sekarang, UU menyatakan yang sah adalah penghitungan berjenjang secara manual yang dilakukan mulai dari tingkat TPS hingga KPU Pusat.
Ia menambahkan, Situng dirancang untuk sarana transparansi penghitungan suara ke masyarakat, bukan sebagai sistem penghitungan suara. Situng berguna untuk melakukan fungsi kontrol yang ditampilkan dalam website.
“Waktu dirancang, Situng memang tidak dirancang untuk sistem penghitungan suara. Situng dirancang untuk sarana transparansi kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa melaksanakan proses kontrol,” kata Marsudi.
Fotografer : Ashar/Ceknricek.com
Dia menjelaskan Situng yang sebenarnya berada di dalam KPU dan tak bisa diakses masyarakat. Situng juga dibangun di 3 lokasi. Pertama di KPU, sedangkan lokasi kedua dan ketiga tak bisa disebutkan karena berfungsi sebagai cadangan.
“Situng sesungguhnya hanya bisa diakses dari dalam KPU dan dilengkapi berbagai macam pengamanan, termasuk lokasi di daerah bencana, 1 lokasi di KPU dan 2 lokasi tidak boleh diketahui siapa pun karena merupakan cadangan kalau terjadi suatu bencana atau musibah,” kata Marsudi.