Ceknricek.com — Arswendo Atmowiloto telah tiada. Sastrawan dan wartawan senior itu meninggal dunia, Jumat (19/7) sekitar pukul 17.50 WIB, di kediamannya di Komplek Kompas, Petukangan, Jakarta. Sebelum wafat, Arswendo sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Pertamina Pusat, Jakarta, karena penyakit prostat.
Arswendo Atmowiloto dikenal sebagai seniman dan budayawan. Bermula berprofesi sebagai wartawan, kepiawaian Arswendo menciptakan banyak karya tulis menjadikan dirinya sebagai sosok penting dalam sejarah literasi Indonesia.
Semasa hidup ia telah menghasilkan banyak cerpen, novel, naskah sinetron, hingga memenangkan sejumlah penghargaan. Salah satu karya terkenal Arswendo adalah sinetron Keluarga Cemara yang kemudian diangkat menjadi film pada 2018.
Lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 November 1948, Arswendo aktif di berbagai majalah dan surat kabar. Ia menulis cerpen, novel, naskah drama, dan skenario film.
Arswendo pernah kuliah di IKIP Solo (tidak tamat). Pernah memimpin Bengkel Sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah, di Solo (1972), wartawan Kompas dan pemimpin redaksi Hai, Monitor, dan Senang. Tahun 1979 mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat.
Foto : Suara.com
Arswendo pernah mengelola tabloid Bintang Indonesia setelah menemui Sudwikatmono, penerbitnya. Ia berhasil menghidupkan tabloid itu namun bertahan tiga tahun. Ia kemudian mendirikan perusahaannya sendiri, PT Atmo Bismo Sangotrah, yang memayungi sedikitnya tiga media cetak: tabloid anak Bianglala, Ina (kemudian jadi Ino), serta tabloid Pro-TV.
Pada tahun 1990, ketika menjabat sebagai pemimpin redaksi tabloid Monitor, ia ditahan dan dipenjara karena satu jajak pendapat. Ketika itu, Tabloid Monitor memuat hasil jajak pendapat tentang siapa yang menjadi tokoh pembaca. Arswendo terpilih menjadi tokoh nomor 10, satu tingkat di atas Nabi Muhammad yang terpilih menjadi tokoh nomor 11. Sebagian masyarakat Muslim marah dan terjadi keresahan di tengah masyarakat. Arswendo kemudian diproses secara hukum sampai divonis hukuman 5 tahun penjara.
Nama aslinya adalah Sarwendo. Nama itu diubahnya menjadi Arswendo karena dianggapnya kurang komersial dan pop. Lalu di belakang namanya ia tambahkan nama ayahnya, Atmowiloto, sehingga namanya menjadi apa yang dikenal luas sekarang.
Dalam penulisan tidak jarang dia menggunakan nama samaran. Untuk cerita bersambungnya, Sudesi (Sukses dengan Satu Istri), di harian Kompas, ia menggunakan nama Sukmo Sasmito. Untuk Auk yang dimuat di Suara Pembaruan ia memakai nama Lani Biki, kependekan dari Laki Bini Bini Laki, nama iseng yang ia pungut sekenanya.
Kini, pria yang dikenal periang dan humoris itu telah tiada. Arswendo wafat dalam usia 70 tahun. Mendiang meninggalkan seorang istri, Agnes Sri Hartini, dan tiga orang anak: Albertus Wibisono, Pramudha Wardhana, dan Cicilia Tiara. Hingga berita ini diturunkan, belum diperoleh informasi kapan dan di mana jenazah akan dikebumikan.