Ceknricek.com — Tepat pada tanggal hari ini, 44 tahun yang lalu, 16 September 1975, Papua Nugini merdeka dari pendudukan Australia tanpa melalui peperangan.
Negara kelompok masyarakat Melanesia ini merebut kemerdekaannya dari hasil pertempuran tiga negara besar dalam Perang Dunia II, yakni Jepang, Amerika, dan Australia.
Meskipun demikian, negara bagian persemakmuran Inggris ini tetap mengakui Ratu Inggris yang diwakili Gubernur jenderal Sebagai kepala Negaranya.
Awal Mula Koloni di Papua Nugini
Invasi orang Eropa ke Papua Nugini terjadi sekitar abad ke-15 sampai abad ke-17. Dikutip dari Tirto, Ann Turner dalam bukunya Historical Dictionary of Papua New Guinea (2011), menulis bahwa Portugis, Belanda, dan Spanyol datang ke sana untuk mencari rempah-rempah.

Meski begitu, mereka tidak berhasil menjadikan Papua Nugini sebagai koloni mereka. Hingga Britania Raya kemudian masuk pada abad ke-19 dan merekrut penduduknya –terkadang secara paksa– untuk menjadi awak kapal dan pekerja di Samoa dan Australia.
Di abad ke-19, Inggris dan Jerman yang berada di dua kubu yang berseberangan dan tengah gencar-gencarnya melakukan “penaklukan” akhirnya menjadikan pulau tersebut sebagai pos perdagangan dan koloni baru, hal ini pun berdampak pula pada wilayah Papua Nugini.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Tank Pertama Kali Digunakan dalam Pertempuran
Awal abad 20, Perang Dunia I pecah dan dimenangkan oleh Sekutu. Paska perjanjian Versailles, Britania kemudian menyerahkan urusan Papua Nugini kepada Australia. Selain melakukan pengelolaan teritori secara tepisah dari Australia, para misionaris juga mendirikan gereja dan sekolah.

Tahun 1942, setelah Jepang melakukan serangan tiba-tiba ke Pearl Harbor, yang sekaligus menjadi pemantik Perang Dunia II. Mereka kemudian menginvasi papua Nugini, di Rabaul, sebagai batu loncatan untuk menuju Australia.
Awalnya pasukan Dai Nipon ini ingin menaklukkan kota Port Moresby dari arah laut, namun upaya itu gagal karena dicegat oleh pasukan AS dalam pertempuran Laut Koral pada Mei 1942.
Gagal di laut, bentrokan antara pasukan Jepang dengan negara Sekutu kemudian berlangsung di daratan hingga tahun akhir Perang Dunia II (1945) dengan kalahnya Jepang dari Sekutu.
Seusai perang, teritorial daerah Papua dan Nugini kemudian dilebur menjadi satu pada 1949 dan menjadi Papua Nugini. Penduduk lokal pun mulai mendapat tempat di pemerintahan ketika tiga orang terpilih menjadi anggota legislatif. Dari sinilah kemudian cikal bakal munculnya negara Papua Nugini.
Kemerdekaan Secara Damai?
Tahun 1960, tatkala PBB mengeluarkan aturan untuk menghapus kolonisasi membuat Australia yang menjadi Dewan Perwalian PBB mau tak mau harus mematuhinya dan memberikan kemerdekaan pada negara koloninya Papua Nugini.

Tahun 1972, setelah Michael Somare terpilih sebagai Kepala Menteri Papua Nugini yang baru, begitu menjabat ia pun langsung melakukan lobi politik dengan pemerintah Australia supaya Papua Nugini segera menjadi wilayah yang mandiri. Hanya berselang satu tahun kemudian, pemerintah Australia setuju dengan gagasan tersebut.
“Pemerintah Australia akan secepatnya membantu kemerdekaan Papua Nugini. Dewan Legislatif Papua Nugini akan segera disahkan untuk membentuk pemerintahan sendiri 1 Desember tahun 1973,” kata Paul Hasluck seperti ditulis Donald Denoon dalam A Trial Separation: Australia and the Decolonisation of Papua New Guinea (2005).
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Jerman Menyerang Polandia
Dua tahun kemudian, setelah berjuang dan sempat mengalami konflik berdarah dengan Partai Oposisi (Josephine Abaijah/gerakan Papua Besena) hari bersejarah bagi Papua Nugini akhirnya tiba. Pada 16 September 1975, Papua Nugini pun secara resmi menjadi negara merdeka.
Mencegah Pihak Lain Merdeka
Awal sebuah kemerdekaan belum tentu menjadi awal yang baik bagi sebuah negara untuk menjadi mandiri atau mengajarkan sejarahnya kepada penerus. Begitu mendapatkan statusnya sebagai negara merdeka, Papua Nugini justru melarang daerah otonom Bougainville untuk merdeka.

Penduduk di seberang Timur Pulau Papua itu memang enggan menjadi bagian dari Papua Nugini. Pasalnya, daerah yang terkenal dengan tambang emasnya tersebut mengalami kerusakan lingkungan yang parah sejak ditambang pada 1961 oleh Papua Nugini, dan penduduknya pun mengklaim bahwa mereka tidak mendapat hasil keuntungan yang sepadan dari pihak pemerintah.
Sekitar 45 persen pendapatan nasional Papua Nugini memang bergantung dari hasil tambang tersebut. Perang pun berkecamuk antara kedua belah pihak tatkala penduduk Bougainville mengeluarkan deklarasi kemerdekaan tandingan pada 1975 dan menyebut wilayahnya sebagai Republik Solomon Utara.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Santo Marinus Mendirikan Negara Republik San Marino
Dua tahun kemudian, Papua Nugini baru mau melepaskan Bougainville pada 1997, setelah campur tangan dari Selandia Baru. Pada November 2019 mendatang, Bougainville sendiri diagendakan akan melakukan deklarasi kemerdekaan. Terlepas dari itu semua, Papua Nugini juga secara resmi tidak mendukung keinginan Papua Barat untuk merdeka dari Indonesia dengan alasan memiliki kerja sama dengan Indonesia.

Menteri Luar Negeri papua Nugini, Soroi Eoe, memang belum bisa mendukung pembebasan Papua Barat dan masih mengakui kedaulatan Indonesia. Meskipun demikian, Soroi mendesak PBB agar segera menyelidiki kekerasan di Papua.
“Papua Nugini harus sangat hati-hati merespon isu ini karena faktanya kita bersebelahan dengan Indonesia,” kata Soroi, dikutip dari Tirto, Senin (16/9).
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.