Ceknricek.com — Televisi sebagai media informasi saat ini sudah berkembang pesat sejak ditemukannya kotak kubus ini oleh John Logie Baird yang menciptakan pemancar televisi pertama di Inggris tepat hari ini, 94 tahun silam, 30 Oktober 1925, hingga akhirnya mengubah dunia.
Di Indonesia sendiri menurut survei yang dilakukan oleh Nielsen, televisi merupakan media utama yang dikonsumsi masyarakat, baik di Jawa maupun luar Jawa. Televisi dikonsumsi 95 persen masyarakat, disusul internet 33 persen, Radio 20 persen, Surat kabar 20 persen, Tabloid 6 persen, dan Majalah 5 persen.
Evolusi Kotak Kubus
Dalam sejarahnya televisi sebagai medium komunikasi tidak tiba-tiba saja jatuh dari langit. Kotak kubus yang awalnya berukuran 12 inci ini mengalami evolusi yang cukup panjang hingga berakhiir dengan televisi flat plasma yang sekarang menempel di tembok rumah Anda.
Merujuk tulisan Micthell Stephens dari New York University, History of Television, leluhur televisi modern yang kita pakai saat ini tercetus pada 7 September 1927. Kala itu, Philo Taylor Franswoth, seorang penemu yang baru berusia 21 tahun, mendemonstrasikan ciptaannya berupa televisi elektronik di San Francisco, AS.

Fransworth mulai menciptakan televisi kala memasuki sekolah menengah. Ia ketika itu tengah meneliti tentang bagaimana membangun sistem yang dapat mengambil gambar bergerak dan kemudian mentransmisikannya dengan memanfaatkan gelombang radio.
Franswoth sebenarnya bukan yang pertama. Prototipe televisi sudah diciptakan 16 tahun sebelum Franswoth mendemonstrasikan apa yang ia kerjakan. Boris Rosing, ilmuwan asal Rusia, teridentifikasi sebagai sosok pertama yang melakukan percobaan mentransmisikan gambar kasar pada tahun 1911.

Sementara itu, di dekade awal 1920-an, masih merujuk apa yang dipaparkan Stephens, dua tokoh dari AS dan Inggris bernama John Logie Baird dan Charles Francis Jenkins sukses mendemonstrasikan sistem serupa.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Bagaimana Kabel Menghubungkan Hindia Belanda dan Dunia?
Namun, kedua penemu tersebut menciptakan “televisor” dengan memanfaatkan gambar yang telah dipindai dan digerakkan oleh semacam cakram dengan lubang-lubang yang disusun dalam pola spiral.
Perkembangan temuan Franswoth kemudian melejit selepas RCA–perusahaan di Amerika Serikat yang pada dekade 1930-an mendominasi bisnis radio–menginvestasikan uang senilai US$50 juta untuk mengembangkan sistem televisi elektronik.

Belakangan, RCA juga membeli lisensi untuk menggunakan paten televisi yang diciptakan Fransworth dan menjual tabung gambar berukuran 5 X 12 ini (12,7 X 25,4 cm) hingga menyiarkan pertandinagn Bisbol antara Universitas Princeton dan Colombia tahun 1939.
Dalam artiikel lain, History menuliskan John Logie Baird mendasarkan penemuan televisinya yang bernama televisor pada karya Paul Nipkow, seorang ilmuwan Jerman yang mematenkan idenya untuk sistem televisi pada tahun 1884.

Ketika itu, Nipkow menggunakan cakram berputar dengan lubang di dalamnya untuk memindai gambar, tetapi tidak pernah berhasil dilakukan. Berbagai penemu kemudian bekerja untuk mengembangkan gagasan-gagasan ini.
Baird kemudian menjadi orang pertama yang menghadirkan gambar bergerak yang mampu dilihat orang lain dengan mudah. Demonstrasi oleh Baird ini pun telah disetujui secara umum oleh dunia sebagai demonstrasi televisi pertama.
Bagaimana dengan Indonesia?
Hadirnya televisi di Indonesia menurut Wikipedia dimulai pada 24 Agustus 1962 di Jakarta dengan stasiunnya yang dikelola oleh negara lewat Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang mulai mengudara pada ulang tahun ketujuh belas Kemerdekaan Indonesia.

Pertama kali masyarakat Indonesia menyaksikan demonstrasi televisi adalah pada 1955, atau 28 tahun setelah televisi diperkenalkan jika menyepakati televisi ditemukan oleh Fransworth pada 1927 yang menjadi cikal bakal televisi modern.
Televisi pertama itu dibawa dari Uni Soviet selama perayaan 200 tahun Yogyakarta atau pekan Raja 200 Tahun Kota Jogjakarta. Satu tahun menjelang, pada tanggal 25 Juli 1961, Menteri Penerangan Republik Indonesia, R. Maladi, kemudian menandatangani perjanjian (SK Menpen) untuk membuat sebuah komite untuk persiapan pembentukan stasiun televisi di Indonesia.
Komite ini didirikan sebagai bagian dari persiapan untuk Asian Games keempat. Hanya ada satu tahun untuk membuat studio, menara siaran, dan peralatan teknis lainnya di lokasi bekas Akademi Informasi di Senayan. Dalam waktu persiapan yang singkat, Soekarno memiliki peran sangat penting, untuk memilih secara pribadi peralatan dan dari mana mereka harus didatangkan.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Tank Pertama Kali Digunakan dalam Pertempuran

Siaran televisi percobaan yang pertama kali dilakukan adalah liputan langsung perayaan HUT ke-17 Kemerdekaan Indonesia pada pagi hari 17 Agustus 1962 dari Istana Merdeka Jakarta. Acara ini diselenggarakan oleh Divisi Televisi Radio dan Biro Komite Televisi Organizing dan kemudian diiperingati sebagai hari kelahiran TVRI.
Monopoli televisi kemudian terus berlanjut dengan munculnya stasiun-stasiun televisi swasta yang kemudian ikut mendominasi dan membentuk persepsi penonton. Masih dari studi yang sama, Nielsen menuliskan penonton Indonesia menghabiskan kurang lebih 5 jam per hari dalam menonton televisi.
Sementara itu, melansir Tirto, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam sebuah laporannya berjudul “Survei Indeks Kualitas Program Siaran televisi Periode 1 2017” mengungkapkan, terdapat beberapa program tayangan televisi yang kualitasnya ‘masih jauh’ berada di bawah ambang batas standar yang ditetapkan KPI.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Eksekusi Mati dengan Guillotine Terakhir Kali Digunakan di Perancis
Dalam laporannya itu, KPI menetapkan indeks standar berada di angka 3.00 dari skala 4. Indeks tersebut bersumber dari penilaian-penilaian yang dilakukan pemirsa ahli (pemirsa yang memiliki keahlian-keahlian tertentu hingga dapat menilai suatu program televisi).
Dari 8 program televisi yang dinilai, 4 di antaranya memiliki standar di bawah harapan. Ke-4 program televisi dengan nilai di bawah harapan itu ialah Variety Show (2,43), Sinetron (2,45), Infotainment (2,36) dan Berita (2,95).
Lebih jauh, dari ke-8 program yang dinilai, tak satupun program televisi di Indonesia yang memperoleh nilai sempurna. Hasil survei yang dilakukan KPI jelas merupakan peringatan keras bagi siapa pun. Kualitas program televisi yang buruk bisa memengaruhi pemikiran para pemirsanya secara negatif.
BACA JUGA: Cek BUKU & LITERATUR, BeritaTerkini Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.