Ceknricek.com — Tepat pada tanggal hari ini, 230 tahun yang lalu, 28 Agustus 1789, Sir Frederick William Herschel berhasil menemukan Enceladus, satelit (bulan) alami planet Saturnus. Tidak banyak yang diketahui tentang satelit yang permukaannya diselimuti es itu ketika ditemukan.
Dua dekade setelahnya, saat wahana antariksa Voyager 1, Voyager 2, dan Cassini melakukan misi observasinya terhadap planet di luar angkasa, perlahan-lahan misteri satelit ini pun mulai terkuak.

Misteri Enceladus
Sesudah peneliti ruang angkasa mulai memalingkan wajah dari Mars untuk pencarian kehidupan di luar bumi, sejumlah “bulan” yang salah satunya berada di tata surya dan dialiri lautan yang tertutup es berkilo-kilometer mulai menjadi pusat perhatian: Enceladus.

Chris McKay, seorang peneliti NASA kepada BBC News mengatakan, ia telah menghabiskan hampir sepanjang kariernya untuk meneliti Mars, memutuskan mulai beralih ke planet dan tempat yang lain.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Voyager 2 Berhasil Capai Neptunus
“Saya dulu terobsesi mencari tahu apakah ada kehidupan di Mars. Obsesi ini menahun”, aku ilmuwan itu. “Sekarang saya sudah putuskan untuk meninggalkan cinta pertama saya itu, dan beralih ke yang baru, Enceladus“.
Penelitian terhadap satelit Saturnus ini memang mulai menarik minat dan obsesi beberapa ilmuwan setelah wahana luar angkasa milik NASA, Cassini menemukan bulu-bulu tumbuh yang ditemukan di permukaan Enceladus yang mengandung air.
Riset sebelumnya memang mengindikasi bahwa ada laut yang tersembunyi di bawah kutub bagian selatan Enceladus. Namun kini para ilmuwan meyakini kumpulan air membentang di bawah permukaan di seluruh jagat sang bulan.
Setelah melakukan berbagai kajian, para ilmuwan kemudian berusaha mereproduksi kondisi bulan tersebut. Mereka mengambil kesimpulan bahwa sangat mungkin ditemukan kehidupan di sana jika kondisi yang mereka prediksi benar adanya.
Dikutip dari Vice, sekelompok ilmuwan di Austria bahkan nekat mereproduksi kondisi lautan es Enceladus. Mereka mengambil kesimpulan bahwa bulan tersebut minimal bisa menjadi rumah dari Archacea (mahkluk hidup bersel satu) yang dapat hidup dalam kondisi ekstrem di Bumi, seperti dalam gyser panas, dasar permukaan laut, dan sumur minyak bumi.
Baca Juga: Neil Amstrong Dalam Kepungan Teori Konspirasi

Makhluk-makhluk ini diketahui memakan karbon dioksida dan mengeluarkan gas metana. Hasil temuan ini meyakinkan ilmuwan-ilmuwan tersebut bahwa gas metana yang terdeteksi di sekitar Enceladus berasal dari makhluk-makhluk kecil tersebut. “Dengan kondisi seperti itu, kehidupan bisa berlangsung,” ujar peneliti Simon Rittman, kordinator riset yang juga bagian dari divisi biologi archaea dan ekogenomik.
Baca Juga: NASA Kirim Dua Astronot Perempuan ke Antariksa
Kendati demikian, kesimpulan Rittman dan kawan-kawan itu diambil berdasarkan asumsi semata. Selain itu, pengetahuan tentang permukaan es Enceladus masihlah sangat terbatas. Cassini, wahana NASA yang menabrakkan dirinya ke permukaan Saturnus setelah 13 tahun bekerja (2004-2017) hanya kebetulan saja menemukan kehidupan di Enceladus.
Yang diketahui saat ini bahwa Enceladus memiliki permukaan yang tertutup es dan memiliki hidrogen molekuler—atau dua atom hidrogen yang bertautan—yang mengindikasikan adanya ventilasi hidrotermal di bawah laut Enceladus.
BACA JUGA: Cek HEADLINE Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini