Ceknricek.com– Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebutkan, mayoritas pemilih Jokowi di 2019 menolak usulan penundaan Pemilu 2024 dan ide presiden tiga periode. Selain itu, mayoritas yang puas dengan kinerja Presiden Jokowi juga menentang baik isu penundaan pemilu atau pun presiden tiga periode.
Demikian disampaikan Direktur Sigi LSI Denny JA Ardian Sopa dalam rilis yang diterima redaksi, Jum’at (10/3/22). Ardian Sopa menyebutkan, survei dilakukan secara tatap muka dilengkapi riset kualitatif dan berlangsung pada 23 Februari hingga 3 Maret 2022 dengan melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi di Indonesia. Margin of error survei ini sebesar plus minus 2,9%. Selain survei, LSI Denny JA juga menggunakan riset kualitatif berupa analisis media dan wawancara mendalam untuk memperkuat temuan dan analisa.
Dijelaskan, dari survei terlihat baik mereka yang konstituen partai politik koalisi pemerintahan maupun partai politik oposisi, mereka yang terpelajar maupun yang berpendidikan rendah, yang mapan secara ekonomi maupun wong cilik, mereka yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan, yang pro sistem demokrasi maupun mereka yang pro negara Islam, mayoritas menyatakan menolak wacana atau usulan penundaan pemilu maupun presiden tiga periode.
Hasil riset menunjukkan, mayoritas pendukung capres di Pemilu 2024 juga menolak usulan itu. Disebutkan, mereka yang mendukung Prabowo Subianto pada Pilpres 2024, sebanyak 77,2 persen menentang wacana penundaan pemilu, hanya 18,8 persen yang setuju. Lalu, yang memilih Ganjar Pranowo sebagai presiden pada Pilpres 2024, sebesar 69,3% menyatakan menentang penundaan pemilu, hanya 27,3 % yang setuju.
Begitu pun para pemilih capres lain, selain dua nama sebelumnya, mayoritas di atas 60% menyatakan menentang penundaan pemilu. Rata-rata di bawah 30% yang menyatakan setuju Pemilu 2024 ditunda. Lalu, di konstituen partai politik, sebesar 56,3% pemilih PDI Perjuangan menolak usulan penundaan pemilu. Di pemilih partai Golkar sebesar 71,6% menentang penundaan pemilu, dan di pemilih partai Gerindra sebesar 80,5% menyatakan tidak setuju dengan wacana penundaan pemilu.
Di pemilih partai oposisi seperti partai Demokrat, sebesar 87,5% menyatakan menolak penundaan pemilu dan di pemilih PKS sebesar 85,8% juga menyatakan menolak. Di pemilih PAN dan PKB, yang pimpinan partainya justru menyatakan mendukung penundaan pemilu, sebesar 93,7% pemilih PAN, dan sebesar 66,2 % pemilih PKB, justru menyatakan menolak wacana penundaan pemilu.
“Di segmen mereka yang menyatakan puas dengan kinerja Jokowi, sebesar 65,1% menentang penundaan pemilu. Dan hanya 26,7% setuju dengan wacana penundaan pemilu. Sedangkan di pemilih yang menyatakan tak puas dengan kinerja Jokowi, angka yang menentang penundaan pemilu jauh lebih besar yaitu 87,3 %. Dan hanya 6% yang menyatakan setuju,” tutur Ardian Sopa.
Di segmen pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan, respons semakin tinggi pula penolakan mereka terhadap wacana penundaan pemilu. Pemilih yang hanya lulus SD atau di bawahnya, mereka yang menentang penundaan pemilu sebesar 56,8%. Pemilih yang tamat SMP atau di bawahnya, yang menolak pemilu ditunda sebesar 73,2%. Di pemilih yang tamat SMA atau di bawahnya, terdapat 73.8% yang menolak. Sementara di kelompok terpelajar, minimal D3 atau di atasnya, mereka yang menolak wacana penundaan pemilu sebesar 77,2%.
Selain itu, di segmen pendapatan, trennya menyerupai segmen pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendapatannya, semakin tinggi pula resistensi mereka terhadap isu penundaan pemilu. Di pemilih wong cilik, mereka yang menolak penundaan pemilu sebesar 66,1%. Sementara di pemilih yang mapan secara ekonomi, sebesar 76,4% menyatakan menolak penundaan pemilu. Mereka yang menolak penundaan pemilu tersebar baik di perkotaan maupun pedesaan. Meski resonansi penolakan terasa lebih kuat di warga perkotaan dibandingkan dengan mereka yang di desa. Di pemilih yang tinggal di perkotaan, sebesar 71,8% menyatakan menolak penundaan pemilu. Dan di pemilih yang tinggal di pedesaan, sebesar 65,8% menentang isu penundaan pemilu.
“Warga perkotaan umumnya lebih mengikuti dan mendiskusikan informasi politik dan pemerintahan dibandingkan dengan mereka di desa. Dan mereka pun lebih sensitif terhadap isu hak asasi dan demokrasi,” tuturnya.
Lalu, di segmen pemilih berdasarkan gender, sebanyak 64,6% dari pemilih perempuan menyatakan menolak penundaan pemilu. Sementara di pemilih laki-laki, sebesar 73,1% menyatakan tidak setuju jika pemilu 2024 ditunda. Kemudian, di pemilih yang mengidealkan sistem demokrasi sebagai sistem bernegara (pro demokrasi), sebesar 71,2% menentang wacana penundaan pemilu. Dan di pemilih yang mengidealkan sistem negara berdasarkan agama (segmen ini kecil di bawah 10%), sebesar 65 % menyatakan menolak isu penundaan pemilu.
Begitu juga, mereka yang memilih Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019 lalu pun, mayoritas menolak wacana penundaan pemilu. Sebesar 58,1% pemilih Jokowi pada pilpres sebelumnya menyatakan tidak setuju jika Pemilu 2024 ditunda. Dan hanya sebesar 34,7 % yang menyatakan mendukung penundaan pemilu.
Sementara di pemilih Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019, sebesar 83,9% menyatakan menolak penundaan pemilu. Dan hanya sebesar 11,6 % yang menyatakan mendukung wacana tersebut. Secara umum, dengan uraian pro-kontra setiap segmen pemilih, maka angka rata-rata nasional, mereka yang menolak penundaan pemilu 2024 sebesar 68,5 %.
Data LSI Denny JA pada Maret 2022 juga menunjukan bahwa komposisi pro-kontra isu presiden tiga periode, hampir sama dengan data komposisi pro kontra untuk isu penundaan pemilu. Jika dibuat rata-rata nasional, mereka yang menentang isu presiden tiga periode sebesar 70,3%.
“Artinya bahwa dua wacana yaitu penundaan Pemilu 2024 dan presiden tiga periode mendapatkan resistensi cukup keras dari publik. Resonansi penolakan kedua wacana tersebut merata di hampir semua segmen pemilih,” papar Ardian Sopa.