Close Menu
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
Tentang Kami Kontak Kami
  • APP STORE
  • GOOGLE PLAY
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
CEK&RICEKCEK&RICEK
Trending:
  • 8 Tempat Berburu Takjil di Jakarta Saat Ramadhan
  • Bareskrim Tangkap Direktur Persiba Balikpapan Terkait Kasus Narkoba
  • Dialog Ramadan Lintas Agama: Puasa sebagai Sarana Menahan Diri dan Membangun Kebersamaan
  • Rantai Korupsi Tambang Nikel
  • Lady Gaga Bakal Gelar Konser di Singapura pada Mei 2025
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
Home»Opini

Tarekat Generasi Algoritma

Opini December 13, 20245 Mins Read

Ceknricek.com–Alhamdulillah, lumayan banyak yang membaca tulisan saya —dan lebih penting lagi, berani menanggapi. Saya sudah siap disergap kritik seperti sufi yang hendak bertarung melawan ego sendiri. Tapi ternyata tanggapan pembaca ini justru menghidupkan diskusi. Dengan semangat tarekat ala “generasi algoritma,” mari kita telisik gagasan ini dengan sentuhan religi, tapi tetap tajam dan kritis.

Sebelum lanjut, saya perlu mengungkap kembali sekilas artikel esai saya berjudul Tarekat Pembangkit Jiwa Budaya. Ia membahas ide Yudi Latif tentang pentingnya membangkitkan kembali jiwa budaya yang telah mati akibat pengaruh materialisme dan krisis spiritual, yang menyebabkan keruntuhan Barat, sebagaimana diuraikan Oswald Spengler dalam The Decline of the West.

Dalam pandangan Spengler, peradaban Barat telah memasuki fase senja karena kehilangan esensi spiritual yang menjadi inti budayanya. Krisis ini digambarkan sebagai sindrom Faustian—ambisi tak terbatas untuk menguasai alam dan moral—yang membawa kehancuran ekosistem, ketimpangan sosial, serta kemunduran makna hidup.

Diskusi tersebut kemudian dikaitkan dengan kondisi Indonesia, di mana moralitas bangsa berada pada titik nadir. Peradaban Indonesia yang dulu memiliki ‘ashabiyyah kuat berakar pada gotong royong dan spiritualitas kini terkikis oleh korupsi, fanatisme, perpecahan, judi online di mana-mana, dan kapitalisme.

Rekan diskusi saya, cendekiawan Yudi Latif, mengusulkan sebuah tarekat baru, yaitu komunitas spiritual yang mampu menjawab tantangan era modern. Tarekat ini dirancang tidak hanya untuk memperkuat dzikir dan latihan individu, tetapi juga membangun jiwa kolektif melalui pendekatan lintas agama, budaya, dan teknologi.

Dalam artikel tersebut, saya menawarkan refleksi mendalam tentang bagaimana Indonesia dapat menemukan kembali jiwa budayanya dengan membangun peradaban berbasis nilai luhur yang relevan di era digital. Gagasan ini memicu tanggapan pembaca, yang mengusulkan model tarekat baru yang lebih operasional, serta mendorong tarekat yang sudah ada untuk lebih dinamis dan kontekstual dalam menyelami keislaman khas Nusantara.

Tanggapan pertama menginginkan tarekat baru yang, katanya, harus terukur indikatornya. Saya membayangkan Syekh Abdul Qadir Jailani bangkit dari kubur, mendengar tarekat kini memerlukan key performance indicator (KPI). Sudah selesaikah wirid 10.000 kali dalam seminggu? Sudah cukupkan dzikir harian untuk mencapai target tahunan? Jangan-jangan tarekat masa depan akan memerlukan audit eksternal: apakah semua murid telah mencapai output spiritual yang sesuai dengan standar ISO 9001.

Yang lebih menarik, ia meminta tarekat baru ini “realistis dengan potensi dan situasi kekinian di Indonesia.” Bayangkan saja, tarekat zaman AI mungkin tak hanya menyuruh muridnya berkhalwat di gua, tapi juga mengunduh aplikasi meditasi. Istilah seperti holistik mencakup segala sektor dan aspek kehidupan membuat saya bertanya-tanya: apakah tarekat ini perlu cabang di startup, kantor pemerintahan, hingga mall? Kalau begitu, mungkin tarekat baru ini juga perlu pelatihan team building dan kursus komunikasi antar-generasi.

Namun, jangan salah sangka, gagasan ini punya daya tarik tersendiri. Indonesia memang memerlukan gerakan spiritual yang tak hanya menyepi, tapi juga membawa misi ke tengah masyarakat. Walaupun, mari kita hindari membayangkan tarekat yang terlalu sibuk dengan proposal business plan.

Tanggapan kedua lebih menggigit: mengingatkan kita agar tarekat yang sudah ada di Indonesia menggali “api Islam” Nusantara. Saya teringat pepatah, “Jangan hanya menjaga abu, tapi kobarkan apinya.” Persoalannya, bagaimana membakar semangat spiritualitas dalam dunia yang lebih tertarik menyalakan filter TikTok daripada lampu masjid?

Pembaca ini juga mengkritik loyalitas buta dalam tarekat, yang katanya membuat mereka “mandek.” Mungkin, ini sindiran halus untuk tarekat-tarekat yang lebih sibuk menjaga tradisi daripada menghadapi realitas. Bayangkan sebuah tarekat yang mengadakan musyawarah untuk memutuskan apakah berdzikir sambil scrolling Instagram itu halal. Tapi di sini ada poin serius: tarekat baru memang harus menyesuaikan diri dengan zaman tanpa kehilangan inti spiritualnya.

Mari kita lanjutkan imajinasi ini: sebuah tarekat masa kini dengan platform digital. Anggotanya tidak hanya berdzikir, tapi juga memproduksi konten edukasi di YouTube, misalnya. Mereka memiliki dashboard untuk mengukur tingkat spiritualitas: berapa banyak amal baik yang tercatat setiap hari, diimbangi dengan waktu screen time.

Tapi tentu, ini semua adalah hiperbola. Pesan utama dari tanggapan pembaca tetap valid: tarekat harus relevan dengan tantangan zaman. Mereka harus mampu menghidupkan semangat spiritualitas yang sejati, bukan hanya sebagai ritual kosong, tetapi sebagai daya pendorong untuk menghadapi sindrom Faustian yang telah merusak banyak peradaban.

Jika pembaca pertama menganggap ini tugas kolektif, saya setuju, tapi dengan catatan. Tarekat baru, atau apa pun bentuknya, tidak akan lahir dari sekadar rapat atau diskusi panjang di grup WhatsApp. Tarekat baru memerlukan keberanian: untuk menggali nilai lama, memadukannya dengan pendekatan baru, dan —seperti kata Spengler— membangkitkan “jiwa budaya” dari reruntuhan modernitas.

Jadi, mari kita lihat siapa yang siap memulai tarekat baru ini. Apakah para pemuda milenial yang gemar berdzikir di depan layar laptop? Atau justru para kyai dan mursyid yang, meski sudah sepuh, tetap memahami bahwa zaman terus bergerak maju? Yang jelas, tarekat baru tidak bisa hanya menjadi konsep akademis. Ia harus menjadi gerakan nyata —seperti secangkir kopi yang membangunkan jiwa budaya yang sudah mati suri.

Dan jika Anda bertanya, siapakah yang bersedia memimpin tarekat semacam itu? Tentu saja ada, selama Anda menyediakan kopi tanpa batas untuk para muridnya. Karena, di tengah badai modernitas ini, kita semua butuh sedikit lebih banyak kafein untuk bertahan.

Cak AT – Ahmadie Thaha

Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 13/12/2024

algoritma generasimuda tarekat
Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp Email

Related Posts

Rantai Korupsi Tambang Nikel

Ironi Dunia Penerbangan Indonesia

Generasi Beta, Selamat Datang

Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

Sedang Tren

8 Tempat Berburu Takjil di Jakarta Saat Ramadhan

Ceknricek.com — Menjelang waktu berbuka puasa, berburu takjil menjadi salah satu tradisi yang paling dinantikan selama…

Bareskrim Tangkap Direktur Persiba Balikpapan Terkait Kasus Narkoba

March 10, 2025

Dialog Ramadan Lintas Agama: Puasa sebagai Sarana Menahan Diri dan Membangun Kebersamaan

March 10, 2025

Rantai Korupsi Tambang Nikel

March 10, 2025

Lady Gaga Bakal Gelar Konser di Singapura pada Mei 2025

March 10, 2025

Nikita Willy Bagikan Tips Tetap Bugar Saat Berpuasa

March 10, 2025

Hasil Liga Italia: Atalanta Permalukan Juventus 4-0

March 10, 2025

Ironi Dunia Penerbangan Indonesia

March 10, 2025
logo

Graha C&R, Jalan Penyelesaian Tomang IV Blok 85/21, Kav DKI Meruya Ilir, Jakarta Barat. redaksi@ceknricek.com | (021) 5859328

CEK & RICEK
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
575/DP-Verifikasi/K/X/2020

Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
© 2017-2025 Ceknricek.com Company. All rights reserved.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.