Ceknricek.com – Alzheimer merupakan sindrom yang membuat otak mengerut dan mengecil. Penyakit ini sering dialami oleh orang yang berusia 65 tahun ke atas. Kini, sebuah tes darah baru dapat digunakan untuk menentukan seseorang memiliki kemungkinan mengidap Alzheimer 16 tahun sebelum gejalanya mulai muncul.
Tim peneliti internasional menemukan bahwa mereka dapat memprediksi seseorang cenderung mengembangkan Alzheimer berdasarkan tingkat protein tertentu dalam darah. Temuan tersebut dilaporkan dalam jurnal Nature Medicine.
Protein yang dimaksud adalah neurofilament light change (NLC) yang membentuk bagian dari struktur internal sel saraf. Jika sel-sel saraf rusak, protein bocor ke dalam cairan serebrospinal – cairan berair yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang – dan kemudian ke dalam darah
Mendeteksi kadar protein yang tinggi dalam cairan serebrospinal menjadi indikator kerusakan sel otak yang baik. Namun, untuk memperoleh cairan ini dibutuhkan keran tulang belakang,. Untuk mendapatkannya, harus memasukkan jarum ke tulang belakang bagian bawah dan tidak menyenangkan bagi pasien.
Untuk itu, para peneliti memutuskan untuk melihat adanya peningkatan level NLC yang terdeteksi dalam sampel darah. Dalam melakukan eksperimen tersebut, tim mencari orang-orang dari keluarga dengan varian genetik langka yang menyebabkan Alzheimer berkembang pada usia muda (antara 30-an dan 50-an).
Mereka yang “kurang beruntung” mewarisi salah satu varian ini, kemungkinan besar kelak akan menderita Alzheimer. Inilah yang membuat para peneliti memiliki kesempatan mencari perubahan secara fisik yang dapat terjadi jauh sebelum gejalan Alzheimer muncul.
Total 409 orang menjadi subjek penelitian, 247 orang membawa varian genetik Alzheimer awal, sedangkan 162 lainnya tidak. Setelah diteliti, mereka yang membawa varian awal-awal memiliki kadar protein NLC yang lebih tinggi dalam darah mereka. Konsentrasi protein NLC meningkat seiring bertambahnya usia. Pada mereka yang tidak memiliki varian genetik tersebut, kadar protein NLC tetap rendah dan stabil.
Para peneliti juga melakukan pemindaian otak seluruh partisipan. Saat terjadi peningkatan kadar NLC, tim menemukan terdapat bagian otak yang berkaitan dengan ingatan (precuneus) mulai menyusut.
Kenaikan tingkat NLC ini dapat dideteksi hingga 16 tahun sebelum gejalan Alzheimer berkembang. Orang-orang yang mengalami peningkatan kadar protein NLC dalam darah cenderung berpotensi mengidap Alzheimer. Hal tersebut terlihat dari munculnya tanda-tanda penurunan kognitif dan degenerasi sel otak dua tahun kemudian.
“Enam belas tahun sebelum gejala muncul benar-benar sangat awal dalam proses penyakit, tetapi kami dapat melihat perbedaan bahkan saat itu,” kata co-penulis pertama Stephanie Schultz, seperti dikutip Iflscience, Kamis (24/1).
“Ini bisa menjadi biomarker praklinis yang baik untuk mengidentifikasi mereka yang akan mengembangkan gejala klinis,” lanjutnya.
Meski tim peneliti fokus pada penyakit Alzheimer dalam studi tersebut, mereka mencatat hal lain. Tes darah dinilai dapat digunakan untuk menemukan tanda-tanda berbagai kondisi terkait otak. Hal ini membuat perawatan kesehatan dapat dilakukan lebih dini.
“Kami memvalidasinya pada orang dengan penyakit Alzheimer karena kami tahu otak mereka mengalami banyak neurodegenerasi, tetapi penanda ini tidak spesifik untuk Alzheimer. Tingkat yang tinggi bisa menjadi tanda dari berbagai penyakit dan cedera neurologis yang berbeda,” ujar penulis studi Brian Gordon.
Namun, penelitian ini masih memiliki keterbatasan. Penggunaan tes darah masih perlu disempurnakan agar dapat diterapkan secara menyeluruh. Salah satu kekurangan penelitian ini adalah para peneliti hanya melihat orang-orang yang secara genetik cenderung terkena Alzheimer.
“Kita tidak pada titik kita bisa memberi tahu orang, ‘dalam lima tahun Anda akan menderita demensia,’ kita semua bekerja menuju itu” imbuh Brian.