Ceknricek.com — Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana beserta rombongan, Jumat (28/6), tiba di Osaka, Jepang, pukul 07.30 waktu setempat.
Begitu turun dari pesawat kepresidenan Indonesia-1, Presiden dan Ibu Negara disambut oleh Wakil Menteri Luar Negeri Jepang Toshiko Abe dan Duta Besar Indonesia untuk Jepang Arifin Tasrif.
Sebelumnya, Presiden Jokowi beserta rombongan berangkat dari Bandar Udara (Bandara) Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (27/6) malam, didampingi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
Lawatan Presiden Jokowi ke Jepang adalah untuk mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara yang tergabung dalam Group 20 (G20), di Osaka, Jepang, yang diselenggarakan 28-29 Juni 2019.
Foto : Biro Setpres
Dalam keterangan resminya, Presiden Jokowi mengatakan, dalam KTT tersebut ia akan berbicara dua hal. Yang pertama yang berkaitan dengan inovasi di bidang digital ekonomi, yang kedua yang berkaitan upaya dalam mengatasi kesenjangan, kata Presiden.
Saat konferensi pers, Presiden juga akan mengingatkan kepada kolega-koleganya yang hadir, baik perdana menteri, presiden, maupun raja di G20 terkait situasi dunia yang saat ini dipenuhi dengan ketidakpastian dan dibayangi dengan isu perang dagang yang semakin besar.
Saya berharap agar negara-negara G20, pemimpin-pemimpinnya bisa menunjukkan kearifan dan kepemimpinan kolektif sehingga situasi yang ada menjadi lebih baik dan pasti bagi kita semuanya, ujar Presiden.
Sebagaimana diketahui, kelompok negara-negara Grup 20 atau disingkat G20 dibentuk pertama kali pada pertemuan G7 di Berlin, Jerman pada 1999 silam.
Pada September tahun 2008, KTT G20 pertama kali digelar di Washington, Amerika Serikat yang dihadiri oleh 20 kepala negara.
Negara-negara tersebut di antaranya Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Korea Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, Afrika Selatan, dan anggota Uni Eropa.
Dengan diaktifkannya pertemuan G-20 diharapkan bisa menghindarkan dunia dari krisis global yang menjalar seperti yang terjadi tahun 1997-1998 dan 2007-2008.