Ceknricek.com — Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah, Selasa (3/2) mengatakan, KPK resmi mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan terdakwa anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar 2009-2014 Markus Nari. Menurut Febri, pada prinsipnya pertimbangan banding ini dilakukan agar uang hasil korupsi bisa kembali ke masyarakat secara maksimal melalui mekanisme uang pengganti.
“Dalam putusan Pengadilan Tipikor tersebut, tuntutan uang pengganti yang dikabulkan baru berjumlah US$400 ribu. Uang ini diduga diterima terdakwa dari Andi Narogong di dekat TVRI Senayan,” ujar Febri. Sedangkan dugaan penerimaan lain, yaitu US$500 ribu, saat ini tidak diakomodasi dalam putusan tingkat pertama tersebut.
Febri menyatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum KPK cukup meyakini dugaan penerimaan dari Andi Narogong selaku koordinator pengumpul fee proyek KTP-elektronik melalui keponakan Setya Novanto bernama Irvanto Hendra Pambudi Cahyo di ruang Rapat Fraksi Golkar tersebut terbukti di pengadilan.

“Oleh karena itu, KPK mengajukan banding karena KPK cukup meyakini, seharusnya terdakwa terbukti menerima US$900 ribu atau setara lebih dari Rp12 miliar sehingga uang tersebut diharapkan nantinya dapat masuk ke kas negara,” ungkap dia.
Baca Juga: Diperiksa KPK, Gamawan Fauzi Bicara Soal Markus Nari dan Anggaran e-KTP
KPK juga berharap penanganan kasus korupsi KTP-elektronik dapat membongkar secara maksimal bagaimana persekongkolan aktor politik dan birokrasi dalam “mengkondisikan” sejak awal proyek triliunan rupiah tersebut sejak tahap penyusunan anggaran, perencanaan proyek hingga implementasi.
“Apalagi KTP elektronik adalah sesuatu yang sangat vital bagi administrasi kependudukan dan merupakan kepentingan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dukungan dari semua pihak untuk pekerjaan panjang ini sangat dibutuhkan,” ujar Febri.
Sebelumnya, Markus telah divonis enam tahun penjara penyitaan mobil Range Rover, denda Rp300 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar US$400.000 karena terbukti diperoleh dari proyek KTP-Elektronik. Ia juga divonis karena menghalang-halangi pemeriksaan perkara KTP elektronik
Vonis itu dibacakan ketua majelis hakim Franky Tambuwun di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (11/11). Majelis hakim yang terdiri dari Franky Tambuwun, Emilia Djadja Subagdja, Rosmina, Anwar, dan Sukartono itu juga menuntut pencabutan hak politik Markus.
Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Markus divonis 9 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar US$900 ribu.
Vonis itulah yang mendorong KPK mengajukan banding agar seluruh uang hasil korupsi senilai US$900 ribu, bisa kembali ke masyarakat secara maksimal melalui mekanisme uang pengganti.
BACA JUGA: Cek OLAHRAGA, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini