Ceknricek.com — Uni Eropa pada hari Senin (28/10) menyetujui penundaan fleksibel 3 bulan untuk kepergian Inggris dari Uni Eropa (British Exit). Keputusan ini diambil setelah Perdana Menteri Boris Johnson mendapat desakan dari lawan politiknya di Parlemen Inggris untuk meminta perpanjangan waktu dari tenggat sebelumnya, 31 Oktober.
Deadline alias tenggat waktu Brexit sesuai janji kampanye Johnson tinggal tersisa tiga hari, tepatnya hingga 31 Oktober pukul 23.00 GMT. Posisi Brexit kian menggantung karena para politisi Inggris tidak mencapai konsensus tentang bagaimana dan kapan seandainya perpisahan itu akan terjadi.
Johnson, yang menjadi perdana menteri dengan janji kampanye “do or die”, didorong untuk meminta penundaan setelah ia dikalahkan di parlemen atas pengesahan ratifikasi perjanjian perceraiannya. Saat ini terdapat utusan 27 negara (EU27) yang akan tetap berada di markas Uni Eropa di Brussels, Belgia berjaga-jaga seandainya parlemen Inggris berhasil meratifikasi kesepakatan perpisahan mereka.

“EU27 telah setuju bahwa mereka akan menerima permintaan Inggris untuk ‘flextension (flexible extension atau perpanjangan waktu yang fleksibel)’ Brexit hingga 31 Januari 2020,” kata Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk seperti dilansir Reuters, Senin (28/10).
Baca Juga: Benang Kusut Brexit yang Tak Kunjung Terurai
Kini negara-negara anggota Uni Eropa itu tinggal membutuhkan sikap resmi Inggris untuk melakukan permintaan penundaan 3 bulan tersebut, sebelum Uni Eropa diberi waktu 24 jam untuk menerima atau menolak permintaan tersebut. Seandainya Inggris tidak melakukan permintaan itu, maka Uni Eropa juga tidak bisa memberi perpanjangan tenggat waktu yang disebut Flextension.
“Kami hanya dapat meluncurkan prosedur tertulis ketika kami memiliki persetujuan dari pemerintah Inggris secara tertulis,” kata seorang pejabat senior Uni Eropa. Dua diplomat senior UE menegaskan bahwa periode prosedur tertulis yang disepakati adalah 24 jam, berlaku sejak London menerima tawaran penundaan Brexit dari 31 Oktober hingga 31 Januari.
Kepergian Inggris telah ditunda dua kali yakni pada 29 Maret dan 12 April. Saat itu pendahulu Johnson, Theresa May, tiga kali gagal untuk membuat perjanjiannya disahkan oleh parlemen.
Saat ini situasi Inggris memang tengah terkatung-katung, setelah hampir 3 setengah tahun lalu mereka melakukan referendum yang sepakat untuk keluar dari Uni Eropa. Saat itu, jumlah suara keluar mencapai 52 persen berbanding 48 persen untuk tetap bertahan di Uni Eropa.
Pemerintah Johnson pada Minggu (27/10) meminta parlemen untuk melakukan pemilu lebih dini, yakni pada 12 Desember guna mendapat dukungan parlemen terhadap usulan proposal Brexit miliknya. Johnson membutuhkan dukungan dua pertiga dari 650 anggota parlemen untuk mengadakan pemilihan baru. Voting House of Commons dijadwalkan, Senin (28/10) waktu setempat.
BACA JUGA: Cek AKTIVITAS PRESIDEN, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.