Ceknricek.com — Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut ada 11 indikasi kebijakan pemerintahan era Joko Widodo (Jokowi) yang membahayakan demokrasi dan substansi hukum di Indonesia. Hal itu disampaikan Ketua Umum YLBHI Asfinawati di gedung YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (14/5).
Asfinawati mengatakan, beberapa kebijakan pemerintah seperti pembentukan tim asistensi hukum, penggunaan pasal makar, serta sikap menyudutkan para pendukung golput terkesan membahayakan demokrasi.
“Kemudian ada rencana pembentukan Dewan Kerukunan Nasional, serta kebijakan pemerintah yang menyetujui memasukkan pasal makar, penghinaan presiden dan penodaan agama dalam RKUHP,” kata Asfinawati di Jakarta pada Selasa, 14 Mei 2019.
Persoalan lain adalah rencana pemerintah memasukkan militer ke kementerian yang sempat mencuat. Apalagi, ia mengatakan, sempat ada ide untuk merevisi Undang-Undang TNI. Dia khawatir, menarik kembali TNI ke ranah sipil akan mengaburkan batasan peran tentara.
“Berdasarkan 11 indikasi tersebut, kami menemukan 3 pola, yaitu adanya upaya menghambat kebebasan berpendapat, berpikir, berkeyakinan, berkumpul, dan berekspresi. Kedua, adanya upaya pengabaian konstitusi, TAP MPR, dan Undang-Undang. Ketiga, 11 aturan itu punya dimensi yang sama, yaitu represif dan antikritik yang dilihat sebagai ancaman,” kata Asfinawati.
Terhadap 11 indikasi tersebut, YLBHI menyatakan memperingatkan, Indonesia adalah negara hukum dan pemerintahan terikat pada konstitusi. “Kami meminta kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan hukum dan rule of law dicabut, dihentikan, dan tidak lagi dikeluarkan,” kata Asfinawati.