Ceknricek.com – Lagu kebangsaan merupakan sebuah lagu yang secara resmi diakui sebagai simbol suatu negara atau wilayah. Lagu itu digunakan untuk menampilkan identitas negara dan bentuk ekspresi nasionalisme serta patriotisme.
Jika ditanya pencipta lagu kebangsaan bangsa kita “Indonesia Raya” , tentu Anda bisa menyebut dengan cepat, Wage Rudolf Soepratman atau lebih tersohor dengan W.R. Soepratman penggubahnya. Nah, kalau ditanya siapa yang menciptakan lagu kebangsaan Singapura “Majulah Singapura”, siapa ya orangnya?
Beliau adalah Zubir Said yang lahir 22 Juli 1907 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Saat baru berusia 7 tahun, Zubir Said sudah ditinggal ibunya wafat. Sebagai anak sulung, ia harus turut membesarkan 7 orang adiknya yang masih kecil bersama ayahnya, Mohammad Said bin Sanang. Ayahnya bekerja di perusahaan kereta api pemerintah kolonial Hindia Belanda, sehingga Zubir mendapat pendidikan di sekolah milik Belanda.
Di sekolah dasar, bakat musiknya mulai terlihat, hingga seorang guru mengajarinya teknik membaca notasi. Kesenangannya pada musik terus didukung oleh teman-teman sepergaulannya. Berawal dari bermain seruling, akhirnya Zubir masuk grup keroncong saat pendidikan menegah. Dari sana ia mulai mempelajari gitar, drum, dan biola yang menjadi instumen kesukaannya.
Zubir harus bekerja di usia 18 tahun untuk membantu ayahnya mencukupi kebutuhan keluarga. Namun, ia berhenti dari pekerjaannya sebagai juru ketik karena kecintaannya terhadap musik. Ia mulai fokus bermusik dan membentuk grup keroncong keliling pentas di berbagai acara seperti perkawinan dan pameran.
Zubir mengalami kebimbangan di saat ia sudah nyaman sebagai musisi. Sang ayah tidak merestui anaknya karena menganggap bahwa musik itu bertentangan dengan agama. Zubir yang mengetahui bahwa Singapura adalah tempat potensial untuk menunjukkan kemampuannya, memutuskan pergi secara diam-diam. Ia merantau tahun 1928 saat usianya 21 tahun dengan menumpang kapal barang.
Di Singapura, Zubir bergabung dengan Grup Bangsawan, grup keroncong Melayu. Tanpa disengaja, ia mencoba piano dan merasakan sesuatu yang berbeda dari biola dan gitar. Ia dengan bersemangat mempelajarinya hingga suatu kesempatan dapat memimpin orkestra dengan piano. Kian hari kemampuannya kian terasah, hingga ia direkrut oleh His Master’s Voice (HMV), perusahaan rekaman milik Inggris.
Zubir menikah tahun 1938 dengan Tarminah Kario Wikromo, perempuan Jawa yang berkarir di HMV sebagai biduan keroncong. Saat pecah Perang Dunia II, Zubir yang sudah berhenti di HMV mengajak istrinya ke Bukittinggi tahun 1941. Saat Jepang mengambil-alih kekuasaan Belanda tahun 1942, Zubir membentuk grup musik untuk menghibur Dai-Nippon (Angkatan Darat Kekaisaran Jepang).
Setelah 6 tahun di Indonesia, tahun 1947 Zubir memutuskan kembali ke Singapura. Ia merasa situasi keamaan belum kondusif karena Belanda yang masih ingin berkuasa. Di Singapura ia memutuskan bekerja sebagai jurnalis sekaligus fotografer di Koran Oetoesan Melajoe dengan keyakinan bahwa ia dapat menyebarluaskan karya-karya musiknya.
Langkahnya itu berhasil, Zubir semakin dikenal hingga tahun 1949 ia menjadi komposer film-film Melayu produksi Shaw Brothers. Lalu namanya semakin terkenal saat ia bergabung dengan perusahaan film yang lebih besar, Cathay Keris tahun 1952.
Pada tahun 1958, Zubir menggubah lagu “Majulah Singapura” untuk Dewan Kota Singapura. Setahun kemudian, Singapura yang mulai menjalankan pemerintahannya sendiri merasa perlu memiliki sebuah lagu kebangsaan. Lagu karya Zubir dianggap layak karena muatan yang dapat mempersatukan semua perbedaan. Akhirnya pada 30 November 1959, karyanya sah menjadi lagu kebangsaan Singapura.
Perjalanan panjang seorang Zubir Said sebagai musisi usai ketika ia wafat saat berusia 80 tahun pada 16 November 1987. Ia meninggalkan lebih dari 1.500 karya lagu yang pernah digubahnya selagi hidup, meskipun tak semua dipublikasikan. Kisah Zubir Said membuktikan tentang perjuangan sungguh-sungguh di jalur musik sebagai passionakan menunjukkan hasil yang setimpal.